Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Berinisiatif Merekrut Lebih Banyak Penderita Autis

Kompas.com - 19/08/2021, 16:00 WIB
Anya Dellanita,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Google mengumumkan bahwa pihaknya akan memprioritaskan untuk mempekerjakan lebih banyak penderita autis dengan menyesuaikan pendekatan wawancara bagi pelamar neurodivergent.

Perusahaan ini akan melatih hingga 500 manajer perekrutan dan mereka yang terlibat dalam proses perekrutan agar dapat berempati ketika berinteraksi dengan kandidat autis.

Untuk melakukannya, Google bekerjasama dengan Stanford Neurodiversity Project yang bertujuan untuk membangun budaya yang menghargai neurodivergensi dan memberdayakan orang-orang neurodivergen "berbakat" melalui pelatihan dan kesempatan kerja.

Google pun berharap untuk memerangi tingkat pengangguran yang tinggi dari penderita autis dengan menghancurkan hambatan terhadap akses pekerjaan yang adil.

Baca juga: Mengenal Penyebab Autis, Gejala, dan Terapi yang Bisa Dilakukan

Hambatan dalam proses wawancara

Namun, mengubah proses wawancara bukan tanpa hambatan.

Contohnya, meski Rob Enslin, Presiden dari Global Customer Operations untuk Google Cloud, menuliskan bahwa pihaknya akan memyoroti kebutuhan kandidat yang tidak melakukan kontak mata atau meminta waktu tambahan untuk menyelesaikan tugas dan ingin menawarkan fleksibilitas dalam struktur wawancara, tetap saja ada beberapa permasalahan.

Pasalnya, menurut Lyric Holmans, seorang Konsultan Neurodiversity autis, banyak orang neurodivergen kesulitan untuk memenuhi standar neurotipikal dalam keramahan.

Mereka juga kerap tidak paham bagaimana mengungkapkan keterampilan mereka, serta mengalami kecemasan, yang bisa dipandang sebagai “tanda bahaya” oleh para pewawancara.

Beberapa dari mereka juga kerap mengalami kesulitan saat menghadapi pertanyaan yang kurang jelas. seperti "Bagaimana Anda membuat sandwich PB & J?" yang membuat mereka tidak bingung dan tak menangkap maksud pewawancara.

Selain itu, pendekatan tidak langsung dalam pertanyaan wawancara ini sering dianggap membingungkan orang-orang yang neurodivergen. Pasalnya, mereka menganggapnya tidak relevan dengan pekerjaan.

Holmans menggarisbawahi bahwa beberapa orang neurodivergen merasa lebih baik jika mereka dapat menunjukkan keterampilan konkret mereka dengan portofolio, presentasi tentang keahlian mereka, atau simulasi.

Ia juga berpendapat bahwa rencana Enslin belum tentu fleksibel, meski Google menawarkan beberapa "akomodasi yang masuk akal,” seperti waktu wawancara yang diperpanjang, akses lanjutan ke pertanyaan, dan opsi untuk merespons dalam bentuk tertulis.

Begitu pula dengan rencana Stanford untuk melatih pelamar yang mendaftar ke Google melalui program mereka.

Lalu, Sarah Selvaggi Hernandez, seorang terapis okupasi autis, menambahkan bahwa orang-orang neurodivergen mungkin kesulitan dengan waktu kedatangan dan follow-up yang tidak jelas. Pasalnya, mereka membutuhkan pedoman jelas dan lebih fleksibel.

Ia juga menambahkan bahwa Google lebih baik meminimalisir penggunaan sistem otomatis selama proses perekrutan berlangsung yang mungkin akan menguntungkan pelamar lain juga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com