Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terinspirasi Bubuk Cabai, Ilmuwan Asal AS Raih Hadiah Nobel

Kompas.com - 05/10/2021, 13:59 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Sumber Reuters,BBC

KOMPAS.com - David Julius dan Ardem Patapoutian, dua ilmuwan dari Amerika Serikat meraih Hadiah Nobel di bidang kedokteran atau fisiologi untuk penemuannya soal reseptor di kulit yang merasakan suhu dan sentuhan.

Keduanya melakukan penelitian bagaimana tubuh manusia mampu bekerja merasakan kehangatan matahari maupun pelukan orang tersayang.

Riset independen tersebut menguraikan lebih jauh bagaimana tubuh kita mengubah sensasi fisik menjadi pesan listrik di sistem saraf. Hal yang selama ini belum dipahami dengan jelas oleh ilmu pengetahuan.

Selama ini, manusia bergantung dengan rasa panas, dingin dan sentuhan untuk memahami dunia di sekitarnya maupun kelangsung hidup.

Namun bagaimana sistem tubuh menerjemahkan rasa tersebut selama ini masih menjadi misteri.

Hasil temuan ini akan menjadi awal untuk menciptakan terobosan dalam dunia kesehatan. Khususnya untuk menciptakan obat penghilang rasa sakit yang lebih efektif.

"Ini adalah penemuan yang sangat penting dan mendalam," ujar Thomas Perlman, dari Komite Hadiah Nobel. Pengetahuan baru ini bisa dipakai untuk mengembangkan perawatan bagi berbagai penyakit termasuk nyeri kronis. 

Hadiah Nobel adalah penghargaan tertinggi dalam dunia ilmu pengetahuan yang diberikan pada peneliti yang memberikan kontribusi luar biasa atas riset dan terobosannya.

David Julius, adalah akademisi berusia 65 tahun berstatus profesor di University of California, San Francisco (UCFS). Sedangkan rekannya, Ardem Patapoutian adalah profesor di Scripps Research, La Jolla, California.

Terinspirasi bubuk cabai

David Julius dan Ardem Patapoutian David Julius dan Ardem Patapoutian
Uniknya, penelitian ini terinpirasi dari pengamatan David Julius atas hal yang amat remeh yakni kebiasaan orang mengkonsumsi bubuk cabai.

Makanan pedas ini mengandung capsaicin yakni senyawa pedas yang menyebabkan sensasi terbakar saat memakannya.

Ia kemudian tertarik bagaimana produk alami dapat digunakan untuk menyelidiki fungsi biologis. Caranya dengan menggunakan capsaicin guna mensimulasikan sensasi panas palsu, untuk memahami rasa suhu kulit.

Profesor Julius lalu menemukan ada jenis reseptor tertentu, bagian dari sel yang mendeteksi area di sekitarnya, yang merespon capcaisin.

Tes lebih lanjut menunjukkan reseptor merespons panas dan bereaksi pada suhu yang "menyakitkan". Hal inilah yang terjadi, misalnya, ketika kita meletakkan tangan di atas secangkir kopi panas dan merasakan sensasi terbakar.

Belakangan, penemuan ini lalu menyebabkan kebingungan soal sensor suhu lainnya.

Halaman:
Sumber Reuters,BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com