Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tips Atasi Kebelet BAB saat Ikut Lomba Lari Maraton

Kompas.com - 05/11/2021, 16:17 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mengikuti lari maraton yang panjang tentunya membutuhkan persiapan matang, mulai dari daya tahan tubuh, hingga menjaga kesehatan pencernaan.

Ahli diet dan gastroenterologi di New York City, Tamara Duker Freuman mengatakan, lari maraton selama berjam-jam dapat membuat organ berdenyut.

Kondisi ini juga mengangkut darah dari saluran pencernaan menuju ke kaki, sehingga bisa membuat beberapa pelari mengompol, dan yang lainnya sembelit.

Selain itu, di waktu-waktu sebelum lari dimulai, para pelari mungkin akan mengalami kegelisahan yang biasanya terjadi pada pelari maraton pemula.

Baca juga: Kisah Wanita Pelari Maraton, BAB di Celana demi Cetak Rekor Personal

"Kecemasan berlari ini bisa memicu keinginan untuk buang air besar (BAB) di waktu yang tidak tepat," kata pelatih lari yang berbasis di Wisconsin, Carrie Zimmerman.

Akibatnya, gangguan pencernaan di tengah lari maraton kerap dialami oleh para pelari.

Bahkan, penelitian telah menunjukkan sebanyak 30-65 persen pelari memiliki keluhan di perutnya saat lari maraton.

Tetapi, bagi yang ingin melakukan lari maraton, khususnya pemula, tidak perlu khawatir.

Sebab, ada cara untuk mengurangi keinginan dan menghindari BAB selama lari maraton.

Tips menghindari keinginan BAB

Apa yang kita konsumsi sebelum mengikuti lari maraton dapat memengaruhi apa yang keluar dan kapan.

Beberapa makanan pedas, berlemak, atau sangat berserat bisa menjadi bumerang.

Sebagai gantinya, para ahli merekomendasikan makanan kecil yang kaya karbohidrat sehari sebelum melakukan lari maraton.

Termasuk, sarapan kaya karbohidrat setidaknya beberapa jam sebelumnya.

Roti dengan selai kacang dan pisang adalah contoh makanan sebelum lari dengan kandungan yang lengkap dari karbohidrat, lemak, maupun protein.

"Selama perlombaan, berhati-hatilah juga dengan sesuatu yang dibuat dari laktosa atau fruktosa, yang bisa lebih sulit dicerna oleh sebagian orang," ungkap Duker-Freuman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com