Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah PCR dan Antigen Efektif Mendeteksi Varian Omicron?

Kompas.com - 08/12/2021, 10:48 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tes PCR dan antigen masih menjadi standar baku untuk mendeteksi infeksi Covid-19. Namun, apakah kedua jenis tes ini juga efektif untuk mendeteksi varian Omicron?

Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tonang Dwi Ardyanto dr. Sp.PK, Ph.D mengatakan, tes PCR dan antigen tetap bisa mendeteksi varian Omicron.

Saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/12/2021), ia menerangkan bahwa tes PCR memiliki beberapa target untuk mendeteksi SARS-CoV-2.

"Ibaratnya ada paruh, dada, sayap, kaki dan ekor. Target S (spike) pada virus Covid-19 itu paruhnya," ujar Tonang mengibaratkan.

"Varian Omicron masih tetap dapat dideteksi bagian dada, sayap, kaki, dan ekornya. Bagian paruh, bisa saja lolos kalau semburat merahnya sudah sedemikian banyak," lanjutnya.

Baca juga: Cermati, Inilah Gejala Umum Varian Omicron

Tonang yang juga Jubir Satgas Covid-19 RS UNS lantas menerangkan apabila tes PCR berhasil mendeteksi bagian dada, sayap, kaki, dan ekor, tapi bagian paruh lolos, bisa menjadi tanda itu merupakan varian SARS-CoV-2.

Salah satu kemungkinannya adalah varian Omicron.

"Sedangkan, untuk tes antigen target deteksinya adalah bulu dadanya, bukan paruh. Maka walau paruhnya lolos deteksi, masih tetap bisa dikenali. Jadi, Omicron tetap terdeteksi tes PCR Covid-19 dan tes antigen," terang dr. Tonang.

Ia menjelaskan, pada tes antigen target yang dideteksi adalah nucleocalsid protein atau N, bukan S. Tes antigen akan menunjukkan hasil positif apabila viral load seseorang tinggi.

Ada pun, viral load merupakan ukuran infeksi dari virus yang bisa dikalkulasikan dengan memperkirakan jumlah virus dalam tubuh.

Baca juga: Wisata Saat Nataru, Anak Usia di Bawah 12 Tahun Wajib Tes PCR

Apabila viral load sudah turun, maka seseorang bisa melakukan tes PCR yang tepat untuk mendeteksi infeksi SARS-CoV-2.

"Walaupun antibodi sedang atau sudah mulai menurun, tapi yang pernah terinfeksi atau tervaksinasi itu masih memiliki sel memori," kata  Tonang.

"Ketika terpaksa terinfeksi lagi, maka cenderung viral load-nya rendah dan masa bertahannya di dalam saluran nafas signifikan lebih singkat. Maka mudah terjadi terinfeksi tapi 'tidak terdeteksi' pada tes antigen," sambungnya.

Virus bermutasi untuk bertahan hidup

Mengenai adanya mutasi baru Covid-19, menurut Tonang bukan berarti virusnya akan menjadi lebih ganas. Namun, mutasi virus cenderung mudah menyebar dan lebih mampu menghindari sistem imun.

Mutasi virus berpotensi terjadi bila Covid-19 mengalami replikasi atau perbanyakan diri. Virus bisa memperbanyak diri saat berada di dalam sel tubuh manusia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com