Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eco-Anxiety, Kecemasan yang Dipicu Kepedulian Lingkungan

Kompas.com - 22/12/2021, 17:13 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Santernya isu global warming dan meningkatnya kepedulian lingkungan memberikan dampak pada kesehatan mental, termasuk memicu eco-anxiety.

Semakin banyak anak muda yang peduli dengan perubahan iklim dan dampaknya pada Bumi serta lingkungan hidup.

Kesadaran ini juga memicu kecemasan tersendiri yang berkaitan dengan cuaca ekstrem, bencana alam, penggundulan hutan dan masalah alam lainnya.

Karena pemahaman tersebut, kita juga mulai memiliki perasaan tidak berdaya, khawatir kehilangan mata pencaharian, tempat tinggal dan takut akan nasib generasi mendatang.

Baca juga: Tips Daur Ulang Sampah Belanja Online agar Jadi Ramah Lingkungan

Kondisi itu disebut sebagai eco-anxiety alias kecemasan lingkungan.

Perasaan ini menggambarkan kecemasan kronis atau parah terkait dengan hubungan manusia dengan lingkungannya.

Pada tahun 2017, American Psychiatric Association (APA) mendeksripsikan eco-anxiety sebagai ketakutan kronis akan malapetaka lingkungan.

Kondisi ini belum tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) sehingga tidak dianggap gangguan medis dalam dunia kedokteran.

Namun, sejumlah psikiater menggunakan istilah eco-anxiety dalam bidang ekopsikologi.

Ilmu ini menjelaskan soal kaitan antara kondisi psikologis seseorang dengan alam dan dampaknya pada identitas, kesejahteraan, dan kondisi kesehatannya.

Efek langsung dari perubahan iklim apat menyebabkan kerusakan akut pada kesehatan mental kita.

Misalnya saja menyaksikan masalah sosial di masyarakat akibat kerusakan alam, berkurangnya sumber pangan dan sumber daya untuk hidup.

APA juga menyatakan eco-anxiety bisa berkembang menjadi gangguan lainnya seperti, trauma dan syok, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan kecemasan.

Gangguan ini pun bisa memicu depresi, penyalahgunaan zat, agresi, berkurangnya perasaan otonomi dan kendali, serta perasaan tidak berdaya, fatalisme, dan ketakutan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com