Oleh: Alifia Putri Yudanti & Brigitta Valencia Bellion
SETIAP orang memiliki kemampuan yang berbeda. Dengan kemampuan itu, seseorang dapat memaksimalkan potensi diri sehingga berguna bagi dirinya, lingkungan sekitar, bahkan masyarakat luas.
Tak ada manusia yang diciptakan sempurna karena tiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Setiap kelebihan yang dimiliki bisa jadi sudah disadari atau belum disadari sepenuhnya. Oleh karena itu, kelebihan dalam diri ini dapat disebut sebagai potensi diri.
Potensi diri dapat dikembangkan dan diasah dengan meningkatkan kemampuan dasar atau bakat, kepribadian, serta etos kerja.
Hal ini juga bisa dicapai melalui upaya pembelajaran dari pengalaman dan menerima umpan balik dari orang lain.
Proses dalam meningkatkannya pun tidak sebentar karena membutuhkan tekad yang kuat.
Penelitian Yumnah (2016) mengungkapkan bahwa memiliki potensi diri penting bagi setiap orang agar kita dapat merencanakan tujuan dengan tepat.
Perencanaan itu juga bisa menjadi dasar pemilihan dan penetapan suatu kegiatan atau pekerjaan yang sesuai dengan potensi diri.
Harvard Business Review memaparkan, sebelum mengembangkan potensi diri, kita juga harus paham dengan hal yang disukai dan tidak.
Hal ini dilakukan agar segala usaha yang dikerahkan tidak sia-sia dan dapat berbuah baik.
Kita juga harus mengetahui kelemahan dan kelebihan yang dimiliki. Dengan begitu, setiap prosesnya dapat dinikmati walaupun tidak selalu sesuai dengan ekspektasi.
Setelah potensi diri tercapai, seseorang akan memasuki tahap pengaktualisasian diri dan mempertahankannya agar terus stabil.
Nathanael Pribady, pendiri Ekskul Indonesia, dalam siniar OBSESIF mengungkapkan bahwa meskipun basis pendidikannya adalah IT, tapi ketertarikannya terhadap filsafat membuatnya dapat menciptakan media pembelajaran inklusif seperti Logos.id.
"Gue anak IT, kok aneh sih anak IT suka filsafat? Walaupun kata aneh itu sederhana. Tapi menurut gue itu cukup bermasalah, ya. Dan juga gue tanya ke orang-orang: apasih pendapat kalian tentang filsafat? Mereka bilangnya, 'Oh, ini suatu ilmu yang out of reach; yang sangat susah dipelajari karena buku-bukunya bahasa Inggris, komunitasnya eksklusif.'" ujar Nathanael.