Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minuman Berpemanis Tingkatkan Risiko Penyakit Kronis

Kompas.com - 01/04/2022, 18:13 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

 

KOMPAS.com- Penyakit kronis dan tidak menular seperti diabetes, jantung, kanker, hingga ginjal, menjadi penyebab utama kematian dini di seluruh dunia.

Salah satu faktor utama penyakit tidak menular adalah pola makan tidak sehat, termasuk tingginya konsumsi minuman berpemanis.

Di Indonesia, konsumsi produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) naik 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir. Meski rasanya menyegarkan dan enak, tetapi tingginya konsumsi MBDK berkontribusi pada naiknya angka risiko obesitas dan penyakit tidak menular.

Menurut pakar advokasi Center for Indonesian Strategic Development Initiatives (CISDI), Abdilah Ahsan, konsumsi MBDK per kapita di Indonesia 20,23 liter per orang per tahun.

”Ini kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Terlalu banyak minum dan makan yang manis akan memicu obesitas dan berujung pada meningkatnya risiko penyakit tidak menular,” katanya dalam konferensi pers virtual (31/3/2022).

Baca juga: Waspadai Risiko Penyakit akibat Doyan Minuman Manis dan Rebahan

Itu sebabnya CISDI mendesak pemerintah untuk segera menerapkan cukai MBDK pada semua produk minuman berpemanis.

"Tarif cukai terbaik adalah minimum 20 persen dari harga produk MBDK dan diterapkan multi-layer berdasarkan kandungan pemanisnya," katanya.

Pelaksana Tugas Manajer Riset CISDI Gita Kusnadi mengatakan, jika tidak ditangani dengan serius, tingginya konsumsi MBDK berpotensi meningkatkan beban kesakitan dan kematian. Ia menyebutkan, saat ini 7 dari 10 penyebab kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular.

"“Diabetes saat ini sudah diderita oleh 19,5 juta penduduk Indonesia, dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 28,5 juta penderita pada tahun 2045. Laju kenaikan prevalensinya perlu segera ditekan. Salah satu caranya melalui implementasi cukai MBDK,” ujar Gita.

Baca juga: 5 Kebiasaan yang Diam-diam Picu Risiko Diabetes

Selain itu, Gita juga menekankan bahwa upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait bahaya konsumsi gula berlebihan saja tidak cukup. “Perubahan perilaku di masyarakat tidak bisa dicapai melalui usaha promotif saja, diperlukan kebijakan dan intervensi lain yang lebih kuat untuk melengkapi upaya tersebut,” tambahnya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, menyebut, penerapan cukai di Indonesia juga akan mengendalikan defisit anggaran pembiayaan kesehatan.

Selain itu, kebijakan cukai ini akan sejalan dengan kampanye kementrian kesehatan terkait pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com