Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Apakah Rasa Bosan Bisa Jadi Berbahaya?

Kompas.com - 25/04/2022, 10:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Fauzi Ramadhan dan Fandhi Gautama

KOMPAS.comBosan adalah hal yang lumrah dialami oleh setiap manusia. Perasaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, seperti ketidakbahagiaan, ketidakpuasan akan sesuatu, atau hanya sekadar tidak memiliki semangat untuk berkegiatan.

Meskipun sering kali dianggap sebagai emosi yang negatif, bosan tidak sepenuhnya buruk bagi manusia. Ia layaknya koin dengan dua sisi yang berbeda.

Di satu sisi, bosan memiliki manfaat positif yang bisa berdampak baik. Misalnya, sebagai penanda untuk mengistirahatkan diri, mencari motivasi tujuan baru, serta meningkatkan kreativitas.

Akan tetapi, di lain sisi, bosan tak seromantis apa yang telah disebutkan sebelumnya. Bahkan menurut Arthur Schopenhauer, seorang filsuf aliran pesimisme asal Jerman, rasa bosan dianggap sebagai salah satu dari musuh dari kebahagiaan manusia, sebab bisa menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan.

“The two enemies of human happiness are pain and boredom"

Dampak negatif dari rasa bosan juga diungkapkan oleh Arvan Pradiansyah, seorang motivator ternama sekaligus Chief Executive Officer Institute of Leadership and Life Management, melalui siniar (podcast) Smart Inspiration edisi Smart Happiness episode “Apakah Kebosanan dapat Berbahaya?” di Spotify.

Bosan Bisa Berdampak Baik Jika Dilakukan dengan Benar

Sebuah hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Academy of Management Discoveries menunjukkan bahwa kebosanan dapat memicu produktivitas dan kreativitas seseorang.

Tak hanya itu, dalam penelitian tersebut, ditemukan pula bahwa kebosanan juga memicu seseorang untuk merespons dan mencoba mencari sesuatu yang baru, seperti berani tampil berbeda di depan orang-orang.

Baca juga: Ternyata, Bosan dengan Pasangan adalah Hal Normal, Ini Alasannya

Kebosanan juga tampaknya memicu seseorang untuk memunculkan suatu keterampilan berpikir—khususnya berinovasi dalam ide dan menyelesaikan masalah—yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak memiliki perasaan bosan.

Melansir situs Time, kebosanan juga disebutkan sebagai sesuatu yang berdampak baik bagi manusia, khususnya dalam menjaga kesehatan mental.

Melamun, suatu bagian dari kebosanan, dianggap sebagai suatu “istirahat” dan pelarian singkat dari kehidupan sehari-hari. Kita jadi dapat terhindar dari pemicu stres untuk sementara waktu hingga akhirnya siap untuk kembali berkegiatan.

Akan tetapi, kebosanan yang terus-menerus tidaklah baik. Jangan sampai kebosanan yang dialami malah dianggap sebagai relaksasi semu, sampai-sampai kita menunda pekerjaan hingga pada akhirnya memicu segala dampak buruk tak diinginkan.

Bosan Juga Bisa Berbahaya, Bahkan Memicu Frustrasi

Sebelum membeberkan apa saja dampak berbahaya dari bosan, Arvan Pradiansyah dalam episode “Apakah Kebosanan dapat Berbahaya?” siniar Smart Inspiration edisi Smart Happiness terlebih dahulu mengungkapkan bahwa kebosanan memiliki stadium.

Masing-masing stadium memiliki dampaknya tersendiri. Pertama, stadium teknis. Arvan mengatakan bahwa stadium ini terjadi akibat seseorang melakukan hal yang sama secara terus-menerus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com