Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Stunting, Cukupi Kebutuhan Protein Hewani Balita

Kompas.com - 07/06/2022, 20:42 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Stunting merupakan permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu lama. Kondisi ini menyebabkan perawakan anak menjadi pendek dan pertumbuhan otaknya tidak bisa maksimal.

Salah satu zat gizi penting untuk mencegah stunting pada balita adalah protein hewani pada makanan pendamping ASI (MPASI).

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, M.P.H, menjelaskan, protein hewani mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap, yang bermanfaat mendukung pembentukan semua hormon pertumbuhan.

“Tubuh yang kekurangan asupan protein hewani, akan mengalami kekurangan hormon pertumbuhan, gangguan regenerasi sel, sel tidak tumbuh dengan baik, belum lagi sistem kekebalan tubuh terganggu, jadi sering sakit, massa otot tidak bertambah. Itulah sebabnya susah berkembang atau bertumbuh kalau kekurangan protein hewani. Sehingga juga menyebabkan stunting dan gangguan kognitif,” jelas Fika.

Protein hewani, menurut dia, tidak harus makanan mahal. Tiga sumber protein hewani yang mudah dan murah adalah susu, telur dan ikan.

Baca juga: Pahami Pentingnya Imunisasi dalam Pencegahan Stunting

Dokter spesialis anak, dr. Kurniawan Satria Denta M.Sc. SpA di tempat dan kesempatan yang berbeda membenarkan, bahwa masa kritis terjadinya masalah gizi adalah di masa pemberian ASI dan periode MPASI.

“Di tahap MPASI ini bisanya terjadi masa kritis, atau risiko kekurangan gizi. Kebutuhan nutrisi di usia 6 bulan selepas ASI ekslusif ini meningkat. Nah, orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan gizi karena ada gap yang lebar antara kebutuhan nutrisi dan kebutuhan kalori yang tidak bisa dipenuhi dengan ASI saja," kata dokter Denta.

Jika gap tersebut tidak terpenuhi, tentu akan terjadi gangguan pertumbuhan, ganggun status gizi, dan bila dibiarkan saja tanpa intervensi, dapat terjadi stunting.

Di masa ini, kerap dialami kesulitan penambahan berat badan bayi. Namun, menurut dokter Denta, tidak naik berat badan di awal kehidupan, tidak serta merta menjadi stunting, meskipun memang berisiko lebih besar. Inilah perlunya dilakukan intervensi dini.

Baca juga: Anak Lakukan GTM Saat MPASI, Waspada Anemia Defisiensi Besi

Intervensi sebelum dan setelah kelahiran

Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan RI, Dr.Erna Mulati Msc, CMFM saat dihubungi (2/5/2022) menjabarkan lebih jauh program pemerintah dalam menurunkan angka stunting.

Petugas kesehatan menimbang berat badan bayi di Posyandu Delima 33, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (24/3/2021). Mulai tahun 2021 Kegiatan Posyandu di Kota Palembang kembali dirutinkan bagi masyarakat luas dengan menerapkan protokol kesehatan. ANTARA FOTO/Feny Selly/wsj.ANTARA FOTO/FENY SELLY Petugas kesehatan menimbang berat badan bayi di Posyandu Delima 33, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (24/3/2021). Mulai tahun 2021 Kegiatan Posyandu di Kota Palembang kembali dirutinkan bagi masyarakat luas dengan menerapkan protokol kesehatan. ANTARA FOTO/Feny Selly/wsj.

Menurut Erna, intervensi yang diakukan meliputi intervensi sebelum dan sesudah kelahiran.

Intervensi sebelum kelahiran berupa penambahan pemeriksaan kehamilan dari 4 kali menjadi 6 kali.

“Di awal pemeriksaan kehamilan dilakukan deteksi sedini mungkin ada tidaknya masalah, termasuk masalah gizi ibu hamil. Selain itu memastikan semua ibu hamil minum tablet tambah darah minimal 90 tablet selama masa kehamilan,” jelasnya.

Baca juga: Bahaya Stunting Ketika Berat Badan Bayi Terus Turun

Intervensi setelah lahir dilakukan dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan yang didahului dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Makanan Pendamping ASI yang bernutrisi setelah bayi berusia 6 bulan.

Erna menekankan, pemenuhan protein hewani misalnya telur, ikan, ati ayam, atau produk susu lainnya wajib diberikan di periode MPASI mulai usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun.

“Protein hewani 3 jenis lebih bagus dari dua jenis. Misalnya makan telur, ikan, dan ati ayam. Di luar telur dan ikan saja atau telur dan susu saja,” jelasnya.

Selain itu, ia juga menyebut pentingnya kesabaran orangtua dalam memberikan makanan yang bergizi pada anaknya, terutama pada anak yang susah makan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com