Oleh: Fauzi Ramadhan dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - "Trusting your individual uniqueness challenges you to lay yourself open." —James Broughton
Setiap orang memiliki keunikannya masing-masing. Keunikan ini hadir dalam berbagai bentuk, dimulai dari yang kasat mata, seperti sidik jari, wajah, hingga rupa tubuh sampai yang lebih kompleks untuk dirasakan, seperti karakter.
Segala keunikan ini terbentuk atas pengalaman-pengalaman pribadi yang kita alami. Selain itu, banyak hal yang berada di dalam dan luar kontrol kita turut menyumbang bagaimana keunikan ini hadir.
Namun, kadang kala kita salah menilai keunikan yang dimiliki. Kita merasa keunikan pribadi adalah sesuatu yang memalukan sehingga muncul rasa takut untuk berbeda. Kemudian, ketakutan itu membuat diri merasa harus mengikuti arah hidup orang lain hingga akhirnya kehilangan tujuan.
Padahal, keunikan ini merupakan sesuatu yang harus dirayakan. Keunikan membuat kita sadar untuk menjadi diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.
Selain itu, keunikan juga mengajari kita untuk menerima kekurangan, seperti yang dialami oleh Seto Mulyadi—atau kerap disapa Kak Seto, seorang psikolog anak, dalam siniar (podcast) Beginu episode “Hidup sebagai Pribadi Unik untuk GEMBIRA” di Spotify.
Dalam episode siniar Beginu ini, Kak Seto berbincang-bincang dengan Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi KOMPAS.com, tentang bagaimana proses menerima keunikan dan kekurangan dirinya sejak kecil.
Baca juga: Cerita Kak Seto Kagumi Soekarno dan The Beatles hingga Alasan Ingin Ubah Nama Panggilan
Ternyata, diungkapkan bahwa Kak Seto kecil sangat berbeda dengan sosok yang kita kenal saat ini. Ia dikenal sebagai anak bandel dan tak bisa diam, sampai-sampai dirinya dilabeli sebagai “3B”, yakni paling bodoh, buruk, dan bandel.
Akan tetapi, alih-alih terpuruk akibat pelabelan tersebut, Kak Seto berusaha menganggapnya sebagai suatu pelajaran besar bagi hidupnya.
Ibunya pun tak tinggal diam, dengan kasih sayang, ia terus mengingatkan Kak Seto kecil untuk tidak berkecil hati dan tetap tersenyum.
Ketika Kak Seto kecil dicap sebagai anak yang bodoh, Ibunya juga mengingatkan bahwa setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing.
Namun, semua orang punya batasnya. Kak Seto remaja memutuskan untuk kabur dari rumah di Klaten ke Jakarta karena lelah dibanding-bandingkan dengan saudara kembarnya.
Meskipun begitu, wejangan ibu itu sudah mendarah daging bagi Kak Seto.
Ia lantas belajar untuk menerima kekurangan dan berusaha menjadi pribadi yang unik. Dari proses itulah pada akhirnya kita dapat mengenal Kak Seto sekarang sebagai pribadi yang ramah anak.