ANAK muda bernama Bene Dion Rajagukguk mengangkat ke layar perak sebuah situasi yang lumrah terjadi, yaitu hubungan orangtua dengan anak.
Film Ngeri-ngeri Sedap yang mengekspresikan adat Batak menambah kaya sudut pandang, ditambah dengan “larangan” dan “keharusan” yang dirasa beberapa hal di antaranya tidak lagi relevan.
Plot cerita mengantarkan pada sebuah perenungan, tentang sesuatu yang mutlak atau dapat dinegosiasikan, juga dapat menjadi cermin kontemplasi bagi orang Batak maupun orangtua secara umum.
Memori lima tahun lalu memanggil. Saya menangis sesenggukan di dalam taxi saat meninggalkan puteri semata wayang untuk belajar di benua lain berjarak lima ribu dua ratus kilometer dari rumah.
Dia baru seminggu merayakan ulang tahun ke tujuh belasnya di Jakarta. Pengemudi taxi yang mengangkut saya dan suami ke bandara Tullamarine di Melbourne menjadi canggung.
Suamiku yang duduk di sampingnya memberi penjelasan agar tidak diprasangkai penyebab lain.
Hingga dua belas minggu setelahnya, saya perlu menyambangi kamar kosong Joanna, walaupun kami sering berinteraksi melalui teks maupun panggilan video.
Saya dan suami sangat mendukung Joanna menempuh studi di luar negeri. Namun konsekuensi atas keputusan itu tetap menyisakan rasa kehilangan yang menyesakkan.
Rindu. Kurang lebih beginilah ungkapan perasaan seorang ibu bernama Mak Domu yang diperankan oleh Tika Panggabean kepada suaminya, Pak Domu.
"Aku rindu mereka, Pak Domu.”
Menurut Dr. Dhana Ratna Shakya, Department of Psychiatry, B P Koirala Institute of Health Sciences, Dharan, Nepal, sindrom sarang kosong (empty nest syndrome) merupakan perasaan umum berupa kesepian maupun kesedihan yang dialami oleh orangtua ketika anak-anak mereka telah meninggalkan rumah.
Keluarga mengalami penciutan jumlah penghuni rumah dan digantikan oleh rasa yang bernama rindu.
Rindu kepada anak-anaknya karena telah bertahun-tahun mereka tidak pulang menjadi hulu mengalirnya cerita hingga konflik menuju klimaks dan resolusi di film ini.
Ajakan pulang tak bersambut karena adanya disharmoni hubungan orangtua dengan anak-anak.
Dibuatlah rekayasa alasan oleh Pak Domu dan Mak Domu agar memunculkan rasa penting dan mendesak.