Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/06/2022, 15:26 WIB
Anya Dellanita,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mengasuh anak memang bukan perkara mudah. Apalagi, di masa transisi pandemi ke endemi seperti saat ini, di mana banyak orangtua stres akibat harus kembali ke kantor.

Tak jarang, stres yang menumpuk itu membuat orangtua lepas kendali dan membentak anak hanya karena anak melakukan kesalahan kecil.

Padahal, membentak hanya akan memberi dampak negatif bagi anak. Misalnya, anak menjadi selalu merasa cemas, mudah panik, dan merasa tidak aman bersama orangtua.

Bahkan menurut Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak Bernie Endyarni Medise, membentak anak dapat membawa dampak buruk jangka panjang bagi kehidupan anak.

“Kita tidak boleh memaksa anak melakukan sesuatu, apalagi melakukan punishment (hukuman) seperti bentakan. Karena tentu ini akan berdampak pada anak," ujar Bernie dalam webinar "Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi yang diselenggarakan oleh Danone Selasa (28/6/2022).

"Orangtua itu harus jadi role model untuk anak. Nah kalau kita menbentak anak, ini bisa ditiru anak sampai dewasa,” lanjutnya.

Baca juga: Orangtua Sering Membentak Anak, Ini 6 Dampak Buruknya

Lantas, apa yang perlu dilakukan orangtua agar tidak membentak anak?

Nah, menurut Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Irma Ardiana, sebenarnya membentak anak bisa dicegah dengan mengontrol diri dan menghindari bertemu anak saat emosi.

“Kalau menurut saya, lebih pada mengontrol diri. Memang dalam kondisi tertentu, lebih baik jangan bertemu dulu dengan anak. Kalau kemarahan dan stres sudah reda, baru bisa bertemu dengan anak kembali. Membentak itu kan kalau dari psikologi, masuk ke kekerasan, meski bukan secara fisik,” ujarnya.

Senada dengan Irma, pendiri Joyful Parenting 101 Cici Desri pun mengatakan hal serupa.

“Sama kaya dokter Irma, lebih baik aku nggak ketemu anak dulu. Kalau aku, sampai pernah diam dulu di kamar mandi buat nangis. Jadi ingin nangis ya nangis duku, marah ya marah dulu,” ujar Cici.

Cici yang menganut pola asuh kolaboratif atau pola pengasuhan di mana ayah dan ibu bekerjasama dalam merawat anaknya ini juga menambahkan bahwa peran suami sangat besar saat dirinya stres.

“Kalau nggak meluapkan di kamar mandi, aku tengah malam suka curhat atau diskusi sama suami. Di sini, suami berkolaborasi untuk mendampingi istri,” kata dia.

Cici juga memberi saran bagi para orangtua, terutama ibu, untuk tidak sungkan meminta bantuan pada orang lain dan terus memperhatikan kondisi diri sendiri.

Nggak masalah juga meminta bantuan orang lain atau profesional. Jangan semuanya harus ibu yang mengambil alih. Kita juga harus tahu kondisi diri sendiri diri,” imbuhnya.

Baca juga: Alasan Membentak Anak Tidak Berguna, Orangtua Perlu Tahu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com