Oleh: Zen Wisa Sartre dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - Urbanisasi kerap menjadi tujuan hidup, misalnya ingin sekadar mengubah suasana. Banyak orang pula yang kerap membandingkan antara kehidupan desa dan kota.
Padahal, tak ada yang lebih buruk dari keduanya. Baik desa maupun kota memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Kota kerap diidentikkan dengan penghasilan yang lebih, banyak relasi, dan kesempatan yang terbuka, khususnya karier. Akan tetapi, bukan berarti desa kehilangan identitas dan keotentikannya.
Kali ini, Eko Prawoto, seorang arsitek yang selalu menonjolkan lokalitas Nusantara, membagikan pandangannya terkait kehidupan di desa dalam siniar Beginu episode “Tinggal di Desa, Belajar Selaras dengan Alam” di Spotify.
Eko menceritakan kehidupannya di desa lebih sehat dibandingkan di kota. Karena desa dapat memberikan udara segar, misalnya, yang tidak akan didapat di kota.
Terlebih, di desa pikiran akan lebih damai dan sunyi yang membuat penghuninya memiliki kesempatan untuk berefleksi.
“Desa lebih rileks dan fisiknya lebih sehat. Semua anjuran kesehatan sudah dilakukan,” ujar Eko.
Kehidupan di desa juga memberi pembelajaran tersendiri, seperti kesederhanaan dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Di kota, semua kebutuhan dapat kita penuhi secara lebih mudah.
Baca juga: Pentingnya Rekor MURI bagi Masyarakat Indonesia
Misalnya saja, sembako. Kita bisa mendapatkannya hanya dengan memesan melalui aplikasi daring.
Sementara di desa, kita harus berbaur dengan masyarakat. Kita harus berinteraksi, memulai percakapan seperti basa-basi yang mungkin dirasa tidak produktif di kota. Akan tetapi, interaksi itu memungkinkan kita untuk tidak merasa sendiri.
Dilansir dari The Guardian, kota merupakan tempat orang berkumpul juga pusat budaya dan perdagangan. Itu sebabnya, kota dianggap sebagai penangkal kesepian. Akan tetapi, tingkat kecemasan dan depresi terjadi lebih tinggi di kota daripada pedesaan.
Memang di kota lebih banyak penduduk dengan segala hiruk-pikuknya, tetapi bukan berarti ada interaksi di antara mereka. Untuk tidak merasa sendiri, mereka kerap menonton film secara daring atau bermain gim.
Sementara di desa, kita diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, seperti menyapa di pagi.
Terlebih, kita bisa bertemu orang asing di setiap persinggahan, hal ini jelas berbeda dengan kehidupan di desa yang memungkinkan kita mengenal para penghuninya.