Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Mungkin Klaim Kebaya Cuma Milik Indonesia, Mengapa?

Kompas.com - Diperbarui 27/11/2022, 08:11 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belum lama ini Singapura bersama dengan tiga negara lain, yakni Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand  mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya ke UNESCO.

Menurut Dewan Warisan Nasional Singapura (NHB), ini adalah pendaftaran multinasional pertama oleh Singapura yang melibatkan empat negara.

Kendati demikian, NBH juga mempersilakan negara-negara lain untuk ikut mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya takbenda ke UNESCO.

Baca juga: Asal-usul Kebaya yang Akan Didaftarkan ke UNESCO oleh Singapura dan 3 Negara

Bukannya tidak diajak, beberapa pihak masih merasa bahwa kebaya adalah kebudayaan asli Indonesia, sehingga mereka lebih memilih agar Indonesia tidak ikut bergabung dengan negara lain.

Sejarah singkat masuknya kebaya di Indonesia

Jika ditelusuri sejarahnya, masuknya kebaya ke Indonesia itu melalui jalur perdagangan rempah-rempah di Nusantara.

"Literatur yang beredar menyebutkan bahwa ada banyak versi mengenai masuknya kebaya ke Indonesia. Ada yang bilang kebaya masuk ke Nusantara sejak abad 12, ada pula yang bilang sejak abad 15."

Demikian penuturan aktivis kebaya sekaligus Ketua Bidang Kegiatan Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), Atie Nitiasmoro kepada Kompas.com, Jumat (25/11/2022) malam.

Atie juga mengatakan, beberapa literatur menyebut kebaya berasal dari budaya Arab.

"Karena pada saat itu perempuan di Nusantara masih bertelanjang atau hanya memakai kemben saja, akhirnya dipakaikan selendang untuk menutup bagian dada yang berasal dari kata abaya," terangnya.

"Ada pula literatur yang menulis bahwa kebaya itu dari berasal dari Portugis, bahkan kata kebaya sendiri merupakan kata serapan dari kata 'kabaja'. Itu juga ada yang bilang masuknya dari China," jelas dia.

Baca juga: Heboh Penolakan Nominasi Bersama Kebaya sebagai Warisan Budaya Unesco, Ada Apa?

Seiring berjalannya waktu, kebaya yang masuk ke Indonesia mulai berakulturasi dengan masyarakat lokal yang kemudian menyebar ke berbagai daerah, paling banyak di Jawa atau kerajaan Majapahit.

"Dari yang awalnya dipakai oleh keluarga raja atau bangsawan, kebaya kemudian juga bisa dipakai oleh rakyat biasa," kata Atie.

"Hanya yang membedakan itu dari bahan kebayanya saja. Kalau untuk kalangan bangsawan bahannya lebih bagus ada yang dari bludru dan sutera, tapi kalau masyarakat biasa pakai katun atau kain mori," jelas dia.

Kemudian, lanjut Atie, orang Belanda yang datang ke Indonesia juga mengenakan kebaya.

Namun karena kebaya itu akhirnya disesuaikan lagi dengan gaya mereka yang dipakaikan renda di pinggir kebaya atau yang sering disebut sebagai kebaya noni.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com