KOMPAS.com - Saat kita masih hafal dan bisa menyanyikan setiap syair dari boyband kesayangan di era 90an, maka kita tak akan pernah berpikir soal kemungkinan masalah memori di otak.
Atau, ketika kita masih dapat dengan mudah menghafal nomor telepon rumah dari sahabat kecil kita, sepertinya ancaman kepikunan belum menjadi masalah.
Penurunan fungsi kognitif memang secara alami terjadi seiring bertambahnya usia.
Maka, wajar jika kemampuan kita untuk mengingat detail, memahami, belajar, dan berpikir sedikit menurun seiring berjalannya waktu.
Baca juga: Golongan Darah AB Lebih Rentan Terkena Demensia, Ini Alasannya
Tetapi ketika itu mulai memengaruhi kualitas kehidupan sehari-hari dan kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bahagia, sehat, dan aman, saat itulah diagnosis terkait masalah otak mungkin terjadi.
Riwayat keluarga tentu berperan dalam risiko demensia dan kondisi terkait kognisi lainnya.
Para ilmuwan pun menemukan berbagai kebiasaan yang dapat memicu munculnya masalah kepikunan ini.
Hal-hal yang sebelumnya telah terbukti mengurangi risiko komplikasi kognitif di kemudian hari meliputi:
Baca juga: Benarkah Diet Mediterania Efektif Kurangi Risiko Demensia?
Meski demikian, sepertinya masih ada kesenjangan dalam pemahaman tentang semua kemungkinan faktor risiko penurunan kognitif.
Baca juga: Sering Konsumsi Makanan Ultra Proses Tingkatkan Risiko Demensia
Lantas, para peneliti di Ohio State University dan University of Michigan memutuskan untuk menjernihkan kebingungan soal problem kognitif, dan sekaligus berupaya mencegah kasus penurunan kognitif di masa depan.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada 8 Februari lalu di jurnal PLoS ONE, beberapa faktor yang jarang diperhatikan, ternyata menyumbang sekitar 38 persen dari variasi fungsi kognitif pada usia 54 tahun.
Faktor-faktor tersebut antara lain, pendidikan pribadi, pendidikan orangtua, pendapatan dan kekayaan rumah tangga, ras, pekerjaan, dan status depresi.
Dalam riset ini, Hui Zheng, Ph.D., profesor di Departemen Sosiologi di Ohio State University dan timnya mengumpulkan data lebih dari 7.000 orang dewasa AS, yang lahir antara tahun 1931 dan 1941.
Mereka yang menjadi responden adalah yang telah mendaftar di Health and Retirement Study.