KOMPAS.com - Sebanyak 80.928 bayi di Indonesia lahir dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) setiap tahunnya.
Data dari Heartology Cardiovascular Center ini juga menyatakan 85,1 persen penderita mengalami keterlambatan diagnosa.
Lalu sebanyak 25 persen merupakan PJB kritis dan memerlukan penanganan segera dalam satu tahun pertama kehidupan.
Baca juga: Berbagai Gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB) pada Bayi dan Anak
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) atau Congenital Heart Disease (CHD) adalah gangguan yang telah ada sejak lahir akibat pembentukan organ tidak sempurna.
Kondisi ini muncul pada fase awal perkembangan janin di dalam kandungan, sekitar tiga minggu usia kehamilan.
PJB mengakibatkan gangguan aliran darah di dalam ruang jantung sehingga darah yang dipompa tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan pada katup, ruang jantung, septum (dinding penyekat antar ruang jantung), atau pembuluh darah dari dan ke jantung yang memicu berbagai gejala dan keluhan pada penderitanya.
Baca juga: Pahami, Berbagai Jenis dan Penyebab Penyakit Jantung Bawaan
Pakar kardiologi anak dan PJB, dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) FIHA, FAPSIC, FAsCC mengatakan penyakit ini merupakan gangguan struktural karena organ jantung mulai terbentuk ketika janin memasuki usia tiga minggu setelah pembuahan.
"PJB sering tidak diketahui karena kebanyakan perempuan baru menyadari kehamilannya setelah berusia satu bulan," katanya dalam media gathering secara virtual, kemarin.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) ini menerangkan ada sejumlah faktor risiko pada orangtua yang bisa membuat anaknya terlahir dengan PJB.
Misalnya adanya gen PJB yang diturunkan dalam keluarga, kebiasaan konsumsi alkohol dan merokok, riwayat diabetes dan terinfeksi virus rubella.
Konsumsi obat-obatan seperti lithium maupun isotretinoin juga berkaitan dengan risiko PJB pada anak yang dilahirkan.
"Isotretinoin ini biasanya banyak terkandung dalam obat kecantikan," ujar dr. Radityo.
Baca juga: 8 Penyebab Penyakit Jantung Bawaan, Bisa dari Rokok sampai Virus
Dokter Radityo menyarankan setiap pasangan yang akan menikah hendaknya melakukan konseling kesehatan untuk mengetahui faktor risiko PJB.