Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Hari Kebangkitan Nasional dan Semangat Para Pekerja

Kompas.com - 21/05/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Pipit Febrina dan Dr. P. Tommy Y. S. Suyasa, Psikolog*

HARI Kebangkitan Nasional merupakan peringatan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia selain hari proklamasi kemerdekaan.

Pada hari tersebut, semua rakyat mengenang semangat juang para pahlawan dalam rangkaian usaha memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Beberapa tahun belakangan, kita juga merasakan betapa beratnya kita para pekerja berjuang melalui masa-masa COVID-19. Bahkah selepas masa COVID-19, kita masih merasakan beratnya mencari nafkah.

Kita para pekerja dihadapkan pada kondisi wajib menjaga kesehatan, menjaga produktivitas, dan dituntut untuk tetap mampu berkreasi dalam suasana kompetisi.

Saat ini, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bekerja. Bekerja bisa dari mana saja (hybrid), baik datang ke kantor (work from office) maupun bekerja dari rumah (work from home).

Dalam kondisi kerja hybrid tersebut, ternyata 60 persen pekerja mengeluhkan jam kerja yang bertambah dibandingkan dengan saat bekerja di kantor dan waktu antara kehidupan pribadi dengan waktu kerja semakin membaur (World Economy Forum, 2022).

Bisa bekerja dari mana saja, oleh sebagian karyawan justru dianggap sebagai beban. Saat bekerja bisa dilakukan di mana saja, tuntutan terhadap hasil kerja (output) semakin meningkat/terukur.

Untuk menghasilkan output tersebut, pekerja seringkali mengorbankan waktunya secara berlebih; atau bahkan mengorbankan peran-peran lainnya (di luar pekerjaan), sehingga keseimbangan hidup (work-life balance) yang dimiliki, menjadi terganggu.

Salah satu akibat dari kegagalan menciptakan work-life balance bagi pekerja adalah ketidakpuasan terhadap pekerjaannya (Sousa Poza, 2017) dan keinginan untuk keluar dari pekerjaannya (Noor & Maad, 2008).

Keinginan untuk keluar dari pekerjaan bisa jadi akhirnya benar-benar dilakukan, dan hal ini semakin berdampak tidak baik bagi perusahaan.

Perusahaan yang sudah sulit menghadapi kondisi pasca-COVID-19 dan multi-crisis, menjadi semakin sulit karena produktivitas perusahaan menurun, meningkatnya anggaran untuk mencari pekerja baru, ataupun meningkatnya anggaran untuk pembelajaran/pengembangan.

Agar kita semua para karyawan dapat memahami dan mengantisipasi hal ini, ada beberapa cara yang dapat kita lakukan.

Pada hari Kebangkitan Nasional ini, marilah kita bersama-sama saling memotivasi, mendorong, dan mencegah rekan karyawan untuk mengeluh, ataupun ingin berhenti bekerja karena kesulitan yang dihadapi di tempat kerja.

Dapat dilakukan dengan menyeimbangkan kehidupan pribadi dan waktu bekerja (work-life balance).

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com