Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baju Adat Bernuansa Etnik Jadi Primadona Jelang HUT Ke-79 RI

Kompas.com, 15 Agustus 2024, 09:16 WIB
Devi Pattricia,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menyambut datangnya Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-79, sejumlah sanggar sewa baju adat di berbagai daerah semakin ramai pelanggan.

Bahkan sebagian dari mereka, telah kehabisan stok sewa, usai diburu pelanggan sejak jauh-jauh hari.

Baju adat jawa biasanya menjadi pilihan mayoritas orang karena perlengkapan busananya mudah ditemukan. Selain itu, baju adat Jawa juga memiliki ragam variasi yang cukup simpel.

Baca juga: 7 Baju Adat yang Pernah Dipakai Jokowi Saat Upacara HUT RI

Namun berbeda dengan tahun ini, pemilik Sanggar Nusantara Dot Com, Bachtiar Jamaluddin mengungkap baju adat yang bernuansa etnik menjadi primadonanya tahun ini.

“Banyak sekali, di antaranya baju adat dari Kalimantan, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan daerah-daerah lainnya yang etnik dan simple itu semakin banyak diminati masyarakat,” kata Bachtiar kepada Kompas.com saat ditemui di Sanggar Nusantara Dot Com, Jakarta Selatan, Sabtu (10/8/2024).

Selain itu, Bachtiar juga menyoroti pergeseran minat pelanggannya yang mulai mengeksplorasi keinginan untuk memakai baju adat dari daerah yang masih belum dikenal.

“Seperti baju dari Sulawesi Utara, daerah-daerah yang belum dikenal dan baju-baju adat yang ternyata cukup bagus, tahun ini diminati para pelanggan,” ujar dia.

Sementara itu, pergeseran tren juga dirasakan oleh Rumah Baju Bu Retno. Perwakilan sanggar tersebut, Citra mengungkap bahwa sebagian besar pelanggannya tertarik dengan baju adat dari Dayak.

Nuansa simpel dengan detail busana yang eye catching jadi alasan mengapa banyak orang jatuh hati dengan baju adat etnik Indonesia.

“Untuk tahun ini, semenjak ada IKN, baju adat Dayak Kalimantan menjadi buruan pelanggan Rumah Baju Bu Retno,” kata Citra.

Baca juga: Berapa Bujet yang Perlu Disiapkan untuk Sewa Baju Adat Jelang HUT Ke-79 RI?

Bachtiar juga sempat bercerita, di tahun sebelumnya, salah seorang pelanggannya yang memakai baju adat Alor, berhasil mendapatkan hadiah busana terbaik saat mengikuti upacara di Istana Negara.

Oleh karena itu, baju adat Alor menjadi buruan banyak orang. Begitu pula dengan Baju Kabasaran dari Minahasa yang tahun lalu digunakan oleh Putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, yang juga terpilih sebagai busana terbaik tahun lalu.

“Baju Kabasaran dari Minahasa dulu jadi best costume juga. Tahun ini kami angkat juga dari Maluku Tenggara dan Tanimbar Selatan,” tambah dia.

Bachtiar mengungkap, tren-tren penggunaan baju adat ini membuat eksistensi busana adat dari berbagai daerah menjadi lebih dikenal. Selain itu, para pengrajin di balik busana tersebut ikut merasakan dampak baiknya.

“Dengan topinya yang unik dan tenunnya yang bagus, sehingga menggeliatkan para pengrajin di daerah diburu oleh para konsumen,” pungkas dia.

Baca juga: Perhatikan 5 Hal Ini Sebelum Menyewa Baju Adat untuk HUT Ke-79 RI

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau