Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tekanan Jadi Pencari Nafkah Utama, Sumber Stres Laki-laki di Indonesia Menurut Psikolog

Kompas.com, 15 Oktober 2025, 12:35 WIB
Nabilla Ramadhian,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tekanan menjadi pencari nafkah utama adalah isu kesehatan mental dan sumber stres terbesar yang sering dihadapi laki-laki, terutama di Indonesia. Hal ini terjadi, meskipun peran gender sudah lebih fleksibel dalam masyarakat modern.

Psikolog klinis Karina Negara, M.Psi. menuturkan, hal tersebut terungkap berdasarkan data yang diperoleh platform konseling KALM miliknya dan penuturan rekan sejawat.

Baca juga:

“Pekerjaan memang lebih banyak di (isu kesehatan mental) laki-laki karena beban yang normatif (dibawa oleh) laki-laki,” kata Karina dalam talkshow bertajuk “Beauty That Moves” yang diselenggarakan oleh L’Oreal Indonesia di Jakarta, Senin (13/10/2025).

Laki-laki mencari nafkah, perempuan jadi ibu rumah tangga

Chief of Corporate Affairs, Engagement and Sustainability L'Oreal Indonesia, Melanie Masriel (kiri) dan psikolog klinis sekaligus co-founder KALM, Karina Negara, M.Psi. (kanan), dalam talkshow bertajuk ?Beauty That Moves? yang diselenggarakan oleh L'Oreal Indonesia di Jakarta, Senin (13/10/2025).dok. L'Oreal Indonesia Chief of Corporate Affairs, Engagement and Sustainability L'Oreal Indonesia, Melanie Masriel (kiri) dan psikolog klinis sekaligus co-founder KALM, Karina Negara, M.Psi. (kanan), dalam talkshow bertajuk ?Beauty That Moves? yang diselenggarakan oleh L'Oreal Indonesia di Jakarta, Senin (13/10/2025).

Laki-laki dan perempuan memiliki tekanan masing-masing berdasarkan keyakinan yang masih dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Pada laki-laki, sebagian besar masyarakat Indonesia percaya bahwa mereka adalah pencari nafkah utama, sedangkan perempuan sebaiknya di rumah saja sebagai ibu rumah tangga.

Padahal, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama boleh bekerja untuk menafkahi keluarganya. Namun, dalam agama tertentu, nafkah memang menjadi tanggung jawab laki-laki.

“Laki-laki berasumsi mereka harus menjadi breadwinner (pencari nafkah utama), harus jadi yang provide (menyediakan) segala macam, jadinya urusan pekerjaan dan uang itu lebih kencang di (isu kesehatan mental) laki-laki. Itu memang sudah pasti di laki-laki adalah sumber stres,” jelas Co-Founder platform konseling KALM ini.

Baca juga:

Apa isu kesehatan mental perempuan?

Perempuan ingin mengendalikan masa depan yang belum pasti

Untuk perempuan, isu kesehatan mental yang sering dikeluhkan adalah masa depan, hubungan keluarga, dan kecemasan.freepik Untuk perempuan, isu kesehatan mental yang sering dikeluhkan adalah masa depan, hubungan keluarga, dan kecemasan.

Untuk perempuan, isu kesehatan mental yang sering dikeluhkan adalah masa depan, hubungan keluarga, dan kecemasan.

Terkait masa depan, misalnya, masa depan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia adalah fakta yang cukup sulit untuk diterima oleh kebanyakan orang, terutama perempuan.

“Maunya masa depan masuk dalam kendali dia, jadinya stres tentang masa depannya yang belum pasti,” ucap Karina.

Masa depan yang tidak pasti ini terkait banyak hal, mulai dari pekerjaan, hubungan romantis, hubungan pertemanan, sampai kondisi keuangan. Hal ini juga bisa membuat perempuan mengalami kecemasan.

Namun, kecemasan juga bisa mengacu pada kecemasan klinis (clinical anxiety) karena selalu memikirkan apa yang sudah terjadi.

Karina tidak merincikan isu kesehatan mental yang berkaitan dengan hubungan keluarga, tapi konflik memang sering terjadi dalam hubungan keluarga. Bahkan, isu ini selalu muncul setiap tahun.

Meski begitu, ia melihatnya dari kacamata positif. Sebab, ketika seseorang mengangkat isu ini dalam sesi konseling, artinya mereka akan pulih karena sudah berani bercerita daripada dipendam.

Baca juga:

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau