Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 25 Mei 2017, 10:55 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Masifnya penyebaran foto-foto korban bom Kampung Melayu melalui media sosial menimbulkan kengerian. Sebenarnya, apa motivasi orang yang tega menyebar luaskan gambar atau video potongan tubuh korban?

Psikolog Ratih Andjani Ibrahim, M.PSi, menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa banyak orang yang langsung menyebarkan foto-foto korban bom sesaat setelah kejadian pada Rabu (24/5/2017) malam.

"Motivasinya ada yang positif ada yang negatif. Yang positif mungkin pada dasarnya ingin memberi tahu ada sebuah tragedi. Dengan menyebarkan ia ingin supaya kita juga aware," kata Ratih ketika dihubungi KompasLifestyle (25/5/2017).

Ia juga meyebut, dengan menyebarkan foto tersebut mungkin supaya kita juga ikut mendoakan. "Ada daya empati dan dengan adanya kejadian yang menimpa korban, kita diingatkan untuk mawas diri," paparnya.

Selain itu, ada juga orang yang ingin menyebarkan foto korban karena ada kecenderungan menyukai sebuah sensasi.

"Kalau berita atas sebuah peristiwa hanya berupa teks saja daya sensasinya hilang. Jadi berita langsung lewat saja. Makanya, ditambah bumbu-bumbu sensasi berupa foto-foto itu untuk menunjukkan dampak terburuk dari sebuah kejadian," papar direktur lembaga psikologi Personal Growth ini.

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Kami Tidak Takut
Namun, ada juga motivasi negatif dari penyebar konten mengerikan itu. Menurut Ratih, di kelompok ketiga ini adalah orang yang memang sengaja ingin menyebarkan teror.

"Ada orang yang memang menyukai kekejian dan kekerasan. Mereka menikmati dan juga menikmati dampak dari kekerasan yang terjadi pada orang lain. Jadi, gambar korban itu di-share untuk memberikan teror itu," katanya.

Ratih menjelaskan, sulit membedakan apakah motivasi penyebar foto itu positif atau negatif. Tetapi, kita bisa melihat pola perilakunya dari rekam jejak sebelumnya.

"Kalau orang itu minta maaf dan berhenti menyebarkan, mungkin dia termasuk orang yang niat awalnya baik atau polos tidak tahu bahwa itu tidak pantas. Tapi kalau orang itu sering melakukan, kemungkinan dia memang sengaja. Orang yang senang kekejian," katanya.

Pada orang yang hati nuraninya masih baik, menurut Ratih, pasti akan risih melihat foto-foto tersebut. "Kemanusiaan kita tercederai," imbuhnya.

Hukuman sosial untuk penyebar konten mengerikan seperti korban kecelakaan atau bom, menurut Ratih diperlukan.

"Bisa kita block atau keluarkan dari grup percakapan," ujarnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau