Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dari Secangkir Kopi, Semua Bermula

Senja perlahan turun saat ratusan orang berkumpul di Hotel Novotel, Bandar Lampung, Jumat (29/9). Aroma kopi yang dibawa petani dan pelaku usaha merebak meski hujan mengguyur. Suasana Hari Kopi Internasional itu terasa romantis.

Dari Singapura, Robert Holthausen jauh-jauh ke Lampung hanya untuk merasakan aneka kopi robusta dalam acara tersebut. Direktur Komersial CWT Commodities Pte, sebuah perusahaan logistik internasional, ini menyesap satu per satu kopi robusta yang disajikan.

"Hmmm, kopi lampung memang nikmat. Rasanya pas," ujar Robert yang mulai minum kopi sejak belasan tahun lalu di Belanda. Kopi di "Negeri Kincir Angin" , menurut dia, merupakan campuran antara arabika dan robusta. Jadi, robusta lampung yang pekat lebih terasa.

Kedatangannya tak hanya untuk merasakan kopi, tetapi juga berjumpa dengan koleganya. Enam tahun lalu, ia tinggal sementara di Lampung. "Saya senang sekali bisa ketemu teman lama sambil minum kopi," ucap Robert yang tidak fasih bahasa Indonesia.

Di balik jabat tangan dan sesapan kopi, Robert juga mengutarakan rencana perusahaannya membangun sebuah gudang penyimpanan kopi di Bandar Lampung. Gudang dengan kapasitas hingga 2.500 ton itu, menurut rencana, dioperasikan tahun depan. Para eksportir kopi di Lampung jadi target.

Ini kali pertama perusahaan logistik itu "bermain" kopi. Mengapa Lampung? "Kopi robustanya banyak. Simple," ucap Robert yang berpakaian batik.

Lampung memang dikenal sebagai salah satu sentra kopi robusta di Tanah Air. Kopi jenis ini umumnya tumbuh di dataran rendah dan paling tinggi pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sementara kopi arabika umumnya tumbuh di atas itu. Kopi robusta juga lebih tahan serangan hama.

Tidak hanya Robert yang tertarik pada Lampung demi kopi. Sejumlah pembeli dari Swiss dan Perancis juga datang. Pemprov Lampung bahkan mengundang 20 perwakilan duta besar negara lain, seperti Vietnam, Etiopia, dan Kolombia.

Ajang ini pun disambut meriah pelaku usaha kopi lokal. Jemi Rikaldo, pengusaha kopi robusta lampung dengan merek dagang Jim's Coffee, menuturkan, sebelum acara pembukaan dia telah meraup omzet sekitar Rp 3.000.000. Jemi optimistis menjaring pembeli baru dari sejumlah daerah dalam pameran tersebut. "Target saya bisa mendapat kontrak dengan paling sedikit lima negara," ujarnya.

Saat ini, papar Jemi, dari 15 varian kopi yang diproduksi, jenis kopi yang paling diminati adalah kopi luwak. Biji kopi itu didapatkan dari hasil proses pencernaan luwak(Paradoxurus hermaphroditus) yang memakan buah kopi robusta.

Produk ini telah diekspor ke beberapa negara, antara lain Singapura, Hongkong, Belanda, dan Irlandia. Kopi luwak dijual Rp 1,5 juta per kilogram. Melalui ajang ini, dia mengincar pembeli dari negara lain dan pasar domestik.

Kegembiraan menyambut Hari Kopi Internasional juga dirasakan pengusaha kopi lampung dengan merek dagang Ulubelu Coffee, Elmira. Ulubelu merupakan daerah di Kabupaten Tanggamus, Lampung. Tidak tanggung-tanggung, 1.000 cangkir kopi disediakan untuk pengunjung di stan miliknya. Semakin banyak yang mencicipi kopi lampung, semakin besar rasa robusta menyebar di lidah siapa pun.

"Kami fokus mempromosikan keunggulan kopi robusta lampung. Kalau selama ini kopi robusta dianggap sebagai kopi nomor dua setelah arabika, kami ingin mempromosikanfine robusta yang diproses dengan baik juga tak kalah enak dibanding kopi jenis lain," katanya.

Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Provinsi Lampung Juprius mengapresiasi upaya Pemprov Lampung untuk mempromosikan kopi robusta. Ajang itu diyakini meningkatkan ekspor kopi dari Lampung.

Dia menilai, tumbuhnya kedai kopi di Kota Bandar Lampung juga menjadi indikator positif bagi usaha kopi robusta. Selain menyerap tenaga kerja lokal, nilai tambah usaha kopi juga langsung dinikmati petani dan pengusaha lokal. Saat ini, sekitar 147.000 keluarga di Lampung bergantung pada kopi.

Sesuai data Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung, luas lahan kopi di Lampung yang terpusat di Kabupaten Tanggamus, Way Kanan, dan Lampung Barat 160.876 hektar pada 2015. Luas itu bertambah dibandingkan dengan tahun 2014 yang 154.168 hektar. Produksi pun sekitar 100.000 ton per tahun.

Ukuran ini lebih besar ketimbang luas lahan padi di sentra padi nasional di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang mencapai 116.000 hektar.

Tahun lalu, Lampung mampu mengekspor 246.599,7 ton kopi robusta ke Jerman, Jepang, Italia, dan Malaysia. Kopi itu juga merupakan gabungan dari daerah lain, seperti Sumsel. Nilai ekspornya pun tidak main-main, sampai 442.798.520,2 dollar AS.

Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung Dessy Desmaniar Romas menjelaskan, pihaknya tak main-main dengan pengembangan industri kopi lampung. Saat ini, petani terus didorong untuk menghasilkan kopi berkualitas dengan memetik kopi merah, bukan hijau. Dengan begitu, akan dihasilkan kualitas lebih baik yang disebut fine robusta.

Ia juga selalu ingin mempertemukan petani, pengusaha, dan pembeli melalui ajang Hari Kopi Internasional. Lampung punya potensi besar di industri kopi dunia. Maka, kali ini digelar peringatan Hari Kopi Internasional sebagai momentum untuk mengumpulkan sekaligus mempertemukan semua pihak yang terlibat dalam usaha kopi.

Apalagi, Indonesia masih kalah dari Vietnam dan Brasil sebagai penghasil kopi terbesar di dunia. Jadi, dari secangkir kopi semuanya bermula.

_______________

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 September 2017, di halaman 1 dengan judul "Dari Secangkir Kopi, Semua Bermula".

https://lifestyle.kompas.com/read/2017/10/01/085555420/dari-secangkir-kopi-semua-bermula

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke