Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Yungyung, Desainer Aksesoris Indonesia yang Mendunia...

Dengan pakaian khas serba hitam —dari topi hingga sepatu, desainer aksesoris ini mempersilakan kami menaiki tangga lebih dulu, untuk menuju ruang kerjanya di lantai dua.

Sederhana, untuk sekadar menghormati tamu, katanya sembari melempar senyuman.

Setelah mempersilakan duduk, Yungyung sapaan akrab Rinaldy A. Yunardi, langsung mengawali cerita perjalanan hidupnya sejak kecil.

Cerita itu meluncur saat dia dipancing dengan kalimat pembuka mengenai tujuan kami untuk mengetahui lebih dalam tentang pria kelahiran Medan 47 tahun silam ini.

Yungyung kecil ternyata tak pernah bersentuhan dengan dunia busana dan bercita-cita menjadi desainer.

Bahkan, soal menggambar dan desain pun, asing baginya.

Pernah sekali menggambar dan dipajang di mading sekolah: Dua gambar gunung, lengkap dengan sawah dan pohon kelapa.

Lulus dari seragam putih abu-abu, Yungyung mantap memilih tak melanjutkan ke jenjang kuliah.

Dia merasa jalur kuliah bukan pilihan baik saat itu, karena dia didorong mengikuti jejak sang kakak tertua di dunia elektronik.

Beruntung, pilihan anak bontot dari tiga bersaudara ini didukung keluarga—yang akhirnya mencemplungkannya ke dunia kerja.

Namun lagi-lagi bukan busana, melainkan marketing di sebuah perusahaan ban.

Jenuh, dan dengan berat hati Yungyung remaja melewati hari-hari di balik meja kantor.

Berbagai posisi pernah dicoba, mulai dari urusan kreditur-debitur, pajak, dan kembali lagi ke marketing.

Semua dilalui tanpa gairah.

“Saya dulu bekerja nine to five.  Enggak pikir bekerja overtime di rumah, karena saya enggak mencintai pekerjaan itu,” kata peraih tiga piala di ajang lomba desain bergengsi tingkat dunia World of WeareableArt (WOW) kepada Kompas Lifestyle, di Jakarta Utara, Kamis (23/11/2017).

Akhirnya, Yungyung bertemu dengan desainer gaun pengantin sekitar tahun 90-an, Kim Thong.

Kala itu, dia langsung disebut tak cocok bekerja di perusahaan ban tersebut; dan ‘dibajak’ untuk menjadi marketing Thong menjual tiara, sejenis mahkota, yang merupakan barang impor.

Yungyung memasarkan tiara dari satu desainer ke desainer lain.

Di masa itu, Yungyung sedikit berkenalan dengan desainer seperti Sebastian Gunawan hingga Susan Budihardjo.

Kendati demikain, Yungyung tak bertahan lama. Enam bulan setelah itu, dia keluar.

“Karena desainer masih dikit dan orang belum pecaya sama desainer Indonesia."

"Kemudian tiara bisa dikenakan hingga 30 kali kalau enggak rusak, apalagi harganya tinggi. Dengan alasan itu, saya keluar,” kata dia.

Yungyung pun kembali berkutat di dunia balik kantor, mengurus pembukuan keuangan perusahaan sang kakak.

Siapa sangka, dari situ Yungyung pertama kali menemukan jati dirinya sebagai perancang.

Penemuan itu sama sekali tak disengaja, bahkan terjadi seperti sudah digariskan Tuhan, kata dia.

Berawal saat dia berjalan-jalan di kantor, dan menemukan mesin potong dan papan akrilik.

Rasa penasarannya menuntun untuk mencoba menggunakan alat tersebut.

“Pas saya potong, kok jadi begini, teringat saya dengan ukiran tiara itu,” kata dia.

Hasrat Rinaldy kian meningkat. Dia pun mencoba untuk mendesain tiara. Bereksperimen dengan bahan akrilik berukuran tebal dan tipis, jarum, kristal, benang.

Tiara pertamanya pun jadi. “Simpel, ringan dan kalau dilempar ke bawah pasti hancur, karena hanya pakai lem kayu,” kenangnya sambil tertawa.

Namun, karena kepercayaan diri Yungyung tinggi, karyanya diterima dengan baik oleh desainer-desainer kenaamaan dulu, salah satunya Sebastian Gunawan.

Sejak itu, karya aksesorisnya mulai dikenakan para desainer-desainer Indonesia.

Yungyung yang merasa menemukan jati dirinya mulai merekrut orang untuk membantu mengerjakan karyanya.

Dia perlahan mengerjakan semua di rumah. Untuk soal pemasaran, dia melakukan sendiri, pontang-panting naik ojek, bajaj, dan taksi.

Hingga akhirnya, Rinaldy masuk ke dunia profesional desainer—khususnya aksesoris, karena diajak oleh para kolega desainernya.

Semua dilakukan dengan modal nekat, karena dia tak pernah menginjakan kaki ke sekolah desainer. Dia belajar dari para profesional desainer kala itu.

“Muncullah dari situ Rinaldy A Yunardi sebagai desainer aksesoris di setiap peragaan Sebastian Gunawan, Didi Budiardjo—nama Rinaldy terus dikumandangkan,” katanya. (Bersambung...)

https://lifestyle.kompas.com/read/2017/11/24/063000320/yungyung-desainer-aksesoris-indonesia-yang-mendunia-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke