Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

DPRD Karanganyar Usul Perda Tentang Nama Anak, Ini Kata Pegiat Budaya

KARANGANYAR, KOMPAS.com - Rancangan peraturan daerah (raperda) terkait pelestarian budaya lokal yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karanganyar telah membuat publik heboh.

Nampaknya, banyaknya nama-nama anak Indonesia yang berbau budaya barat telah menimbulkan kekhawatiran bagi pihak DPRD Karanganyar.

Ini terlihat dari salah satu isi raperda tersebut yang menggagas pelarangan nama anak bersifat kebarat-baratan.

Menurut Sumanto selaku ketua DPRD Kabupaten Karanganyar, usulan raperda tersebut adalah wujud upaya pemerintah setempat untuk melestrikan budaya lokal yang saat ini hampir tergerus oleh globalisasi.

"Tentang pemberian nama anak ini hanya salah satu isi raperda yang bertujuan untuk melestarikan budaya lokal. Dan ini pun masih perlu dikaji lebih dalam. Kira-kira perlu waktu setahun," ucapnya saat dihubungi Rabu (3/1/2018).

Baca :DPRD Karanganyar Usulkan Perda Nama Jawa untuk Anak Baru Lahir

Sumanto juga menjelaskan bahwa saat ini banyak orang tua yang memberi nama anaknya dengan nama yang kebarat-baratan. Padahal menurutnya, banyak nama dalam budaya Jawa yang memiliki arti bagus.

Ahli filologi Jawa dan sekaligus pendiri dari Yayasan Sastra Lestari ( sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang preservasi dan digitalisasi  naskah-naskah berbahasa Jawa dan Jawa Kuno), Supardjo, menyambut baik kabar tersebut. Menurutnya, ini adalah kabar gembira bagi pelestarian budaya lokal.

"Namun, sebagai bagian dari anggota masyarakat - baik masyarakat Karanganyar maupun Indonesia - saya menyarankan untuk mertimbangkan kembali raperda yang mengatasnamakan pelestarian budaya jawa dengan cara 'melarang' penamaan anak dengan istilah kebarat-baratan," ucapnya.

"Indonesia memiliki masyarakat yang majemuk dan sekaligus bagian dari dunia," tambahnya.

Sepanjang perjalanan sejarah, menurut Supardjo, upaya pelestarian, penyelamatan dan pengembangan budaya di situasi alam yang damai dan tidak bertentangan dengan norma masyarakat, tidak pernah dilakukan dengan cara pelarangan.

Selain itu, budaya adalah hasil pemikiran baik dari manusia sebagai pendukung dan pengguna budaya tersebut.

"Budaya itu sifatnya dinamis. Istilah Jawanya 'nut jaman kelakone' artinya ikuti seperti air mengalir," papar Supardjo.

"Masyarakat Jawa itu seperti suku lain yang hidup berdampingan dengan masyarakat lain. Kita tidak bisa membendung arus budaya lain," tambahnya.

Sebagai masyarakat budaya, manusia hanya bisa menyaring dengan arif budaya lain yang masuk.

Nama Jawa sendiri bukan sekedar nama. Semua nama pasti memiliki maksud, tujuan, harapan, lambang dan sebagainya.

"Jika masyarakat paham atas semua itu dan menerima dengan senang, rasanya tidak perlu dengan melarang. Masyarakat akan dengan bangga menggunakan nama ciri khas jawa," tutur lelaki kelahiran Karanganyar tersebut.

Fenomena 'pelarangan' nama anak ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Bahkan, aturan mengenai pelarangan nama anak ini telah diterapkan di beberapa negara, contohnya 11 Nama Bayi yang Dilarang di Beberapa Negara.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/01/04/135855820/dprd-karanganyar-usul-perda-tentang-nama-anak-ini-kata-pegiat-budaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke