Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Seharusnya Olahraga di Bulan Puasa?

BM Adam

JAKARTA, KOMPAS.com - Stadion Gelora Bung Karno, yang hampir setiap sore penuh dengan orang-orang berolahraga, di bulan puasa ini nyaris sepi.

Dari ratusan orang, bisa dibilang kini hanya ada puluhan orang yang berlari, sepatu roda, maupun senam.

Gairah berolahraga seolah lenyap di bulan Ramadan ini. Padahal olahraga sangat penting untuk menjaga kesehatan.

“Libur olahraga selama sebulan bisa menurunkan tingkat performa setara dengan berlatih selama empat bulan,” kata Rachmat Rukmantara, pelatih olahraga yang banyak melatih pelari maupun pendaki gunung.

Rachmat menyampaikan hal tersebut dalam acara gathering Peebee Outdoor bersama dengan PORKA (Persatuan Olahraga Karyawan Kompas Gramedia) di Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Dari pengalamannya, Coach Rachmat bercerita bahwa banyak orang sebenarnya ingin tetap berolahraga, tetapi terbentur dengan kondisi puasa.

Jika berolahraga pagi, khawatir siang dan sorenya tidak kuat berpuasa. Jika berolahraga sore, kondisi badan sudah tidak maksimal.

Parahnya, jika berolahraga sore dan bertemu waktu berbuka, setelah berbuka tubuh tidak nyaman lagi untuk melanjutkan berolahraga—utamanya karena terlanjur mengonsumsi makanan berat.

Fokus Melatih Daya Tahan

“Sebaiknya fokus pada melatih daya tahan tubuh,” ujarnya.

Menurut Coach Rachmat, karena berfokus pada daya tahan, denyut nadi dijaga tak lebih dari 70% dari denyut nadi maksimal.

Kuncinya, lanjut Rachmat, adalah mengenal tubuh kita. Karena setiap orang memiliki kondisi yang berbeda-beda. Orang yang sudah biasa berlari dengan kecepatan tinggi tentu berbeda dengan orang yang hanya terbiasa jogging.

Prinsipnya, selama latihan di bulan puasa ini jangan menambah intensitas.

Jika berniat melakukan latihan berat, itu dapat dilakukan setelah berbuka puasa.

Coach Rachmat menyarankan berbuka puasa dengan buah dan minum air, dilanjutkan sholat maghrib dan istirahat sekitar 20 menit. Setelah itu baru dapat melakukan latihan berat.

Ia sama sekali tidak menyarankan makan nasi setelah berbuka. Karena nasi atau makanan berat lainnya baru selesai dicerna dalam 4-6 jam, sehingga jika dipaksakan berolahraga berat akan membuat perut tidak nyaman—bahkan muntah.

Latihan berat yang dilakukan pun harus ditakar. Latihan HIIT (High Intensity Interval Training), misalnya, maksimal dilakukan hanya dalam 15 menit.

Setelah itu kita dapat istirahat lalu mengikuti sholat Isya dan Tarawih. Makan malam dilakukan setelah Tarawih.

Mengenai pengaturan makan selama bulan puasa, Coach Rachmat menyarankan makan malam lebih memperbanyak protein dan mengurangi karbohidrat.

Alasannya karena protein sangat membantu pembentukan dan pemulihan otot setelah olahraga. Sedangkan konsumsi karbohidrat di malam hari justru memberi efek negatif, termasuk salah satunya menambah berat badan.

Selama malam hari, ia menyarankan agar kita menjaga asupan air. Karbohidrat sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah cukup pada saat sahur, karena penting untuk memenuhi kebutuhan energi di siang harinya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/05/25/060600620/bagaimana-seharusnya-olahraga-di-bulan-puasa-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke