Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jumlah Sampah Plastik Terus Meningkat

Direktur Pengelolan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar mengungkapkan, dalam kurun waktu 2002-2016, terjadi peningkatan komposisi sampah plastik dari 11 persen menjadi 16 persen.

Di beberapa kota besar bahkan komposisinya mencapai sekitar 17 persen.

"Jadi memang ada kondisi yang mulai membuat kita khawatir. Tentunya karena komposisi sampah plastik kita semakin lama semakin meningkat. Ini juga karena perubahan perilaku konsumsi kita," ujar Novrizal pada diskusi pengelolaan sampah plastik oleh Danone Aqua di Jakarta, Selasa (5/6/2018).

Pemerintah pun menetapkan target terbaru terkait pengelolaan sampah, yakni pengurangan sampah hingga 30 persen dan pengelolaan sampah hingga 70 persen pada 2025.

Dikeluarkan lah Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga (Jakstranas).

Angka 30 persen pengurangan sampah menurutnya harus dicapai masuk ke sisi produsen maupun partisipasi publik.

Saat ini, angkanya baru mencapai 2,12 persen.

"Artinya, ini perlu terobosan besar bagaimana kita mendorong perubahan perilaku publik," tuturnya.

"Hulu ke hilir punya tanggungjawab yang sama," sambung Novrizal.

Peta jalan pun tengah disusun oleh pemerintah. Kepala Subdirektorat Barangdan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik menyebutkan, setidaknya ada dua aturan yang disusun. Pertama, soal bagaimana memengaruhi publik untuk membatasi dan mengurangi penggunaan plastik.

Kedua, panduan bagi produsen untuk bergerak mengurangi sampah plastik.

Dari sisi edukasi, kampanye lewat program sekolah Adiwiyata sebagai instrumen edukasi anak soal penyelamatan lingkungan juga terus dilakukan.

Untuk mencapainya, sekitar 16 Kementerian dan Lembaga terlibat menyusun rencana aksi pengelolaan sampah dengan empat progran strategis.

Dalam waktu yang sama, edukasi terhadap masyarakat hingga produsen kemasan plastik juga terus dilakukan.

Namun, budaya masyarakat Indonesia yang beragam juga menjadi salah satu hambatan. Terlebih dengan kondisi geografis yang berpulau-pulau.

Masyarakat perkotaan cenderung mudah diedukasi soal penanganan sampah. Tetapi masyarakat daerah seringkali terbatas dari segi fasilitas.

"Ya sudah akhirnya dibuang di laut. Apalagi pulau kecil. Itu karena sudah terbiasa juga," tuturnya.

Edukasi pun terus menerus dilakukan. Pemerintah Daerah kemudian dinilai sebagai ujung tombak dari situasi ini untuk memerbaiki fasilitas pengelolaan sampah di setiap wilayahnya.

"Komitmen ini harus terus dijaga bersama," tegasnya.

Target tinggi

Target yang disusun pemerintah dinilai sangat tinggi. Guru Besar Pengelolaan Udara dan Limbah Institut Teknologi Bandung Prof. Dr. Ir. Enri Damanhuri menilai, saat ini sebagian sampah plastik belum terkelola. Sehingga seharusnya, sampah dikelola dulu 100 persen secara bertahap.

Target pengurangan sampah hingga 30 persen menurutnya sangat besar.

"Buat saya itu terlalu besar. Target 30 persen tidak mudah karena pengelolaan pusatnya hanya di Jawa, Bali, di tempat lain tidak ada. Indonesia kan bukan hanya Jawa," kata Prof. Enri.

Prof Enri menjelaskan, ada tiga jalur sampah plastik, yakni masuk ke Tempat Pembuangan Sampah (TPA), masuk ke tempat daur ulang dan lingkungan.

Sayangnya, jalur terakhir dianggap paling besar. Sebab, jalur daur ulang (recycling) dianggap masih belum memungkinkan untuk mengurangi semua sampah plastik yang ada.

Sedangkan sampah plastik yang dibuang adalah sampah yang tidak bisa dijual.

"Hanya 20 persen pemulung yang mau mengambil itu. 80 persen dikemanakan? Kalau lari ke TPA tidak masalah, tapi oleh sektor informal dilarikan kemana? Laut, sungai, dikubur, dan sebagainya," ujar Prof. Enri.

Padahal, jika didalami lebih jauh, semua sampah plastik sebetulnya bisa didaur ulang dan memiliki nilai jual. Namun, butuh kerja seluruh pihak untuk mengelolanya secara tepat.

"Plastik menjadi masalah jika tidak dikelola dengan baik, oleh karena itu mari kita kelola mudah-mudahan Stranas 2025 bisa tercapai dan ini pekerjaan yang berat," kata dia.

Dari sisi produsen, Aqua Danone pada hari yang sama meluncurkan gerakan #BijakBerplastik untuk mengajak seluruh pihak sama-sama bertanggungjawab atas plastik yang digunakan.

Danone Aqua berkomitmen mengumpulkan sampah plastik lebih banyak, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya daur ulang sampah plastik, hingga berinovasi terhadap desain kemasan produknya sendiri.

"Kami pastikan kemasan kami bisa di-recycle. Sekarang sudah 98 persen, jadi kemasan itu kalaupun ada di lingkungan tapi kalau dikumpulkan bisa jadi kemasan lain," ujar Direktur of Sustainable Development Danone Aqua, Karyanto Wibowo.

Karyanto menjelaskan, kampanye tersebut sekaligus mengajak seluruh pihak mengubah perilaku penggunaan plastik agar lebih bijak dalam tiga hal.

Pertama, dari tahap produksi agar memproduksi plastik yang bisa didaurulang.

Kedua, dari tahap mengkonsumsi plastik agar bisa memanfaatkannya sehingga bisa bernilai ekonomi.

"Dari industri bisa. Karena ada kemampuan dan inovasi. Memang ini butuh waktu tapi beberapa perusahaan juga sudah komitmen 2025 produk mereka bisa di-recycle. Kami komit hal itu akan terjadi," tuturnya.

Terakhir, tahap pengelolaan sampah. Sampah harus dipastikan dikelola dengan tepat setelah dikonsumsi.

"Kembali ke perilaku, edukasi, pengetahuan konsumen sebenarnya plastik ini bisa di-recycle dan kalau membuang sembarangan akan merusak lingkungan. Ini harus disampaikan agar masyarakat lebih bijak," kata Karyanto.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/06/06/091700620/jumlah-sampah-plastik-terus-meningkat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke