Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Media Sosial dan Apresiasi Karya Seni...

JAKARTA, KOMPAS.com - Pameran karya seni kini kian diminati. Kalangan yang datang tak lagi terkota-kotak pada pecinta seni, juga masyarakat umum hingga anak-anak berusia muda.

Semua penasaran, meskipun tak tertutup kemungkinan ada yang datang karena iktikad lain, salah satunya berfoto, dan "tampil" di media sosial.

Untuk yang terakhir, rasa-rasanya saat ini memang tengah menjamur. Bukan saja di Indonesia, juga di luar negeri.

Pergi ke museum, mengabadikan karya seni sebagai latar, dan diri sendiri sebagai objek.

“Ada tagar lagi tren di Instagram #museumselfie, isinya hampir 57.000 postingan, dan memang isinya foto selfie orang saat datang ke art gallery."

"Di Indonesia sendiri, lagi tren tagar #museummacan, isinya 44.000 postingan, dan hampir sebagian besar fokus utamanya adalah wajah,” ungkap pendiri komunitas fotografi iPhonesia Aries Lukman, Jakarta.

Di satu sisi, fenomena ini menguntungkan, karena memantik orang pergi ke museum atau pameran karya seni.

Anggapan soal museum, galeri hingga karya seni sebagai sesuatu yang abstrak dan membingungkan pun runtuh, memunculkan apresiasi gaya baru sesuai dengan perkembangan zaman.

Di sisi lain, ada yang menganggap jauh dari apresiasi seni, karena alasan tertentu, termasuk berisiko merusak karya itu sendiri. 

Seniman gembira

Pelukis Irawan Karseno berpendapat fenomena ini harus disambut dengan gembira.

Sebuah fenomena ajaib, di mana anak-anak muda mulai berbondong-bondong ke museum, mengapresiasi seni dengan cara sendiri.

Dia mencontohkan sebuah pertunjukan seni tergolong berat, namun disesaki oleh anak-anak muda.

“Mungkin mereka ini bosan dengan dogma-dogma politik dan sejenisnya, sehingga mencari konten lebih dalam, salah satunya seperti ini,” ujar Irawan.

Kurator Rifky ‘Goro’ Effendy menangkap ini fenomena ini juga terjadi secara global, bahkan di New York pun dibangun "Museum Selfie".

Museum dan galeri, menurut Goro, berubah menjadi wahana objek foto.

“Selama tidak disentuh dan dirusak, saya tidak masalah (karya seni) dijadikan background,” ujar Goro.

Dia berpendapat ini adalah sebuah ekses dari perubahan kebudayaan dan perilaku media sosial.

Dan, kondisi ini dianggap tidak bisa dinafikan, melainkan disikapi dan diadaptasi, baik oleh galeri atau pun seniman.

“Setidaknya harus bisa memberikan arahan lebih tepat, mana yang boleh dan tidak dan dijaga setiap galeri atau karya seni,” katanya.

Imbauan

Deputy Head of Committee Art Jakarta Dedy Koswara mengungkapkan imbauan untuk setiap pengunjung yang datang ke pameran.

Imbauan ini untuk melindungi setiap karya seni yang dipamerkan.

“Kami sarankan pengunjung untuk mengikuti tips-tips seperti menitipkan barang bawaan, memerhatikan garis pembatas dan tidak menyentuh karya seni."

"Batasi mengambil foto dan tidak menggunakan flash, selalu mengawasi jika membawa anak kecil dan hargai pengunjung lain yang sedang mengantre menikmati seni,” ujar Dedy.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/07/13/100000120/media-sosial-dan-apresiasi-karya-seni-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke