Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mabuk-Mabukan Pakai Air Rebusan Pembalut, Apa Dampaknya Buat Tubuh?

KOMPAS.com — Sempat menggegerkan sosial media tahun 2016 lalu, ternyata “tren” minum air rebusan pembalut untuk mabuk-mabukan kini kembali merebak di kalangan anak remaja—khususnya di Jawa Tengah.

Mereka mengaku melakukannya untuk menyicip seperti apa rasanya pakai narkoba lewat cara yang lebih murah meriah.

Mayoritas anak yang “hobi” menenggak air rebusan pembalut adalah remaja usia tanggung, yaitu sekitar 13-16 tahun. Menurut mereka, efek mabuk setelah minum rebusan itu sama seperti efek teler dari sabu.

Sabu, juga dikenal sebagai methamphetamine atau crystal meth, adalah narkotika psikoaktif jenis amphetamine type stimulants (ATS) yang memberikan efek stimulan kuat di otak sehingga menciptakan sensasi euforik atau gembira berlebihan.

Belum jelas apa yang membuat air rebusan pembalut bisa memberikan efek mabuk mirip teler sabu. Pihak dinas kesehatan setempat menduga bahwa zat-zat kimia tertentu yang ada dalam pembalut mungkin bisa menyebabkannya.

Bahayanya minum air rebusan pembalut

Air rebusan pembalut berpotensi menimbulkan bahaya bagi tubuh. Pasalnya, pembalut terbuat dari bahan-bahan yang tidak layak untuk dikonsumsi, seperti pulp kertas, polimer (superabsorbent polymer/SAP), polyethylene, zat perekat (adhesive), dan klorin.

Klorin, misalnya, adalah senyawa kimia bersifat korosif yang dapat menyebabkan iritasi lewat paparan langsung dengan kulit. Apalagi, ketika dikonsumsi langsung atau terhirup uapnya.

Senyawa kimia ini dapat mengikis organ dan menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan pernapasan.

Selain itu, berbagai bahan lainnya yang terkandung dalam pembalut kemungkinan termasuk jenis karsinogen yang bisa memicu kanker apabila dibiarkan menumpuk dalam tubuh.

Senyawa kimia tertentu juga mungkin dapat bereaksi dengan suhu panas ketika direbus sehingga berpotensi membahayakan.

Darah haid bukan untuk diminum

Yang lebih mengejutkan lagi, sejumlah anak peminum rebusan pembalut mengaku meracik minuman mereka dengan merebus pembalut bekas pakai, yang notabene masih mengandung darah.

Tidak banyak orang yang tahu bahwa darah sebenarnya adalah racun buat tubuh jika diminum karena sangat kaya zat besi.

Tubuh manusia sulit untuk membilas kelebihan zat besi sehingga ini dapat berpotensi menyebabkan overdosis zat besi, sebuah kondisi yang disebut hematokromatosis.

Hematokromatosis dapat menyebabkan berbagai macam masalah, termasuk kerusakan hati, penumpukan cairan di paru-paru, dehidrasi, tekanan darah rendah, dan gangguan saraf.

Berpotensi jadi perantara penyebaran penyakit

Satu yang mungkin perlu lebih diwaspadai dari tren ini adalah risiko penularan penyakit. Sebab, darah meupakan salah satu media perantara penyebaran penyakit.

Banyak jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui kontak pertukaran darah. Misalnya saja hepatitis, HIV, dan parvovirus B19.

Jika orang yang menstruasi tersebut memiliki infeksi tertentu, atau membawa virus yang ditularkan melalui darah, ini bisa menularkan penyakit pada orang lain yang meminum darah haid tersebut.

Pembalut bekas itu sendiri juga mengandung kuman dan mikroba asing lainnya yang berisiko menyebabkan berbagai penyakit pada orang yang mengonsumsinya.

Mabuk-mabukan pakai air rebusan pembalut terbilang sebagai fenomena yang cukup baru.

Itu kenapa BNN dan Dinas Kesehatan sampai saat ini masih menyelidik kasus tersebut untuk menyingkap kebenaran adanya kandungan zat psikoaktif di pembalut wanita, termasuk juga potensi dampak riilnya bagi kesehatan.

Minum sedikit dan sekali saja mungkin tidak akan langsung serta-merta membahayakan kesehatan. Namun semakin sering dan banyak kamu minum air rebusan pembalut, akan semakin besar risiko bahaya yang mungkin terjadi dalam jangka panjang.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/11/09/082611920/mabuk-mabukan-pakai-air-rebusan-pembalut-apa-dampaknya-buat-tubuh

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke