Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Smartwatch", antara Gaya, Kebutuhan, dan Problem Kehabisan Baterai...

"Ah, lupa nge-charge," kata dia sambil mengembalikan jam tangan itu ke dalam kotak merah berisi koleksi jam tangannya.

Ibu dua anak ini memang gemar mengoleksi arloji, salah satunya adalah jam tangan pintar yang dipakai saat dia berolahraga.

Kebiasaannya berganti-ganti arloji membuat dia lupa memantau kondisi baterai pada jam tersebut.

Alhasil, dia pun melakukan olahraga pagi itu tanpa ditemani jam tangan pintar-nya.

Padahal, dengan smartwatch itu, Anastasia bisa memantau seberapa banyak kalori yang terbakar, hingga mode pengingat tingkat detak jantung (heartrate) saat beraktivitas.

Pengalaman Anastasia ini mungkin menjadi hal umum yang dialami oleh para pemakai smartwatch.

Ketelitian untuk selalu memperhatikan kondisi baterai rechargeable pada jam adalah hal penting jika ingin jam itu bisa dipakai kapan pun dibutuhkan.

Selain karena lupa me-recharge, kelengkapan teknologi seperti GPS (Global Positioning System), hingga konektivitas beragam aplikasi pada ponsel memang membuat smartwatch boros baterai.

Solusinya, kerap pengguna jam pintar hanya memakainya pada mode "aman" --tanpa mengaktifkan fitur-fitur mutakhir tersebut.

Padahal, bukankah keunggulan jam pintar dibanding arloji konvensional lain justru ada pada fitur-fitur tadi? 

Presenter dan penyiar radio Kemal Mochtar juga mengungkapkan kesaksiannya soal "fenomena" smartwatch ini. 

"Iya tuh, istri gue juga pake smartwatch dari merek itu deh," kata Kemal sambil menunjukkan logo yang tersemat di handphone-nya.

Menurut Kemal, jam pintar semacam itu lebih banyak memenuhi kebutuhan gaya ketimbang kebutuhan "segudang" fitur di dalamnya.

"Gue kan suka traveling sama istri ya, yang ada di bandara dia suka bingung, aduh taro di mana ya, atau masukin dulu deh jamnya ke tas," ungkap Kemal.

Perilaku sang istri, menurut Kemal, muncul karena kesadaran bahwa jam tersebut harganya mahal. "Duh dilap-lap terus," kata dia sambil tertawa. 

Sementara, fitur di dalamnya belum tentu sepenuhnya digunakan. "Jadi kayak untuk gaya aja," kata dia. 

Kemal menilai, mungkin bagi sebagian orang, memakai jam semacam itu memang lebih untuk menunjukkan status simbol dari si pemakai, ketimbang kebutuhan fitur.

"Kalo gue gak gitu, simpel aja. Gue jarang ganti-ganti jam, sekarang gue pake ini," kata Kemal sambil memamerkan arloji G-Shock GBA-800 warna biru tua di pergelangan tangannya.

Bagi Kemal, yang dalam setahun terakhir sukses memangkas berat badannya dari 120 kilogram hingga menjadi sekitar 65 kilogram, usaha menjaga "kesuksesan" itu jauh lebih berat.

"Turun berat badan bisa dikejar, tapi maintain-nya jauh lebih susah, Percaya deh," kata dia.

Dengan jam tangan produksi Casio itu, Kemal merasa kebutuhannya untuk memantau tingkat pembakaran kalori dan juga target langkah kaki harian dapat dilakukan dengan mudah.

"Gue selama ini jalan kaki, setelah ada jam ini, target gue jadi lebih gampang. Oh, gue masih kurang jalan nih, bisa keliatan," kata dia.

Begitu pula dengan asupan kalori. "Misalnya gue abis makan mie instan, berapa? 300 kalori, ya udah gue pasang target aja, bakar 300 kalori, simpel," kata dia.

Jam tangan GBA-800 dengan kombinasi jarum analog dan layar digital yang dipakai Kemal adalah salah satu produk Casio dari "keluarga" G-Squad. 

Dua varian lainnya adalah GBD-800 dan BSA-B100. GBD-800 adalah jam digital tanpa dilengkapi jarum analog.

Sementara, BSA-B100 ukurannya lebih kecil, khas varian Baby-G. Tipe ini dilengkapi jarum analog dan juga display digital.

Seluruh varian G-Squad ini memiliki konektivitas Bluetooth yang memungkinkan jam tersebut terhubung dengan aplikasi G-Shock Connected di ponsel.

Dari aplikasi itu, si pengguna bisa memasang target, sekaligus memantau jumlah langkah harian (steptracker), dan jumlah pembakaran kalori (calories counter).

"Jam ini memang dirancang untuk mereka yang menyukai gaya hidup sehat," kata Koji Yokoshima, Assistant Chief Representative Casio Singapore, Jakarta Representative Office.

Koji mengakui, jam ini memang bukan ditujukan bagi kalangan profesional.

"Ini untuk mereka yang gemar berolahraga, untuk para amatir yang ingin memulai hidup sehat," kata dia kepada Kompas.com.

Maka tak heran jika pantauan yang disematkan pada varian G-Squad adalah indikator yang umum terpakai dalam beraktivitas, ataupun berolahraga.

Harganya pun jauh lebih murah dari kebanyakan smartwatch yang ada di pasaran. Varian G-Squad dijual mulai dari harga Rp 1.799.000.

"Buat gue ini cukup banget. Gue bisa liat kapan pun, berapa capaian langkah gue di jam. Atau gue bisa cek berapa kalori yang terbakar sampe siang ini di HP gue," kata Kemal lagi.

Selain itu, Kemal pun tak perlu pusing soal baterai. Sebab, seperti G-Shock lainnya, usia baterai G-Squad dijamin mencapai dua tahun.

"Kapan gue mau tahu ya tinggal liat jam aja, atau buka ponsel," sebutnya.

Kalau saja varian G-Squad ada di antara koleksi jam tangan Anastasia, mungkin pagi itu dia bisa berlatih sambil tetap memantau capaiannya lewat arloji.

Lagi pula, mungkin memang hanya pantauan pembakaran kalori dan jumlah langkah yang dia butuhkan saat itu, ketimbang beragam fitur mutakhir lainnya.

Yang pasti, dia tak perlu pusing dengan baterai jam pintar yang lupa di-charge, bukan?

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/12/07/113520720/smartwatch-antara-gaya-kebutuhan-dan-problem-kehabisan-baterai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke