Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Benarkah Olahraga Selalu Mampu Mengatasi Masalah Depresi?

Ada yang mengaku merasa hidupnya menjadi lebih bersemangat setelah melakukan olahraga lari.

Atau, ada pula yang bilang, kebiasaan pergi ke pusat kebugaran mendatangkan dampak besar bagi kesehatan mental dan mengatasi depresi.

Kisah-kisah dan kesaksian semacam itu tentu sering kali kita dengar, bukan begitu?

Lebih jauh lagi, kesaksian itu lalu melahirkan pertanyaan tentang adakah bukti pendukung yang membenarkan klaim bahwa olahraga berdampak mengatasi depresi?

Lalu, berapa besar porsi olahraga yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut?

Tak kurang penelitian yang dilakukan untuk menjawab semua pertanyaan itu.

Salah satunya, penelitian yang melibatkan 202 orang dewasa yang mengalami depresi. Usia mereka setidaknya 40 tahun, dan lalu dibagi dalam empat kelompok.

Satu kelompok menghadiri sesi latihan berkelompok yang diawasi, selama tiga kali seminggu.

Di sana dilakukan pula pemantauan detak jantung kala berjalan atau berlari di treadmill selama 30 menit.

Kelompok kedua menerima instruksi serupa tetapi dibiarkan bekerja sendiri di rumah.

Sementara, kelompok tiga meminum pil antidepresan sertraline. Laly kelompok keempat diberi pil plasebo.

Plasebo adalah istilah obat yang dibuat tanpa bahan kimia, yang kadang hanya berisi garam.

Namun, efek plasebo (semu) mampu mendatangkan sugesti hingga membuat orang sakit menjadi sembuh.

Setelah 16 minggu, para peneliti memeriksa ulang partisipan depresi tersebut.

Ditemukan, 45 persen dari mereka yang berolahraga dalam kelompok yang diawasi tidak lagi memenuhi kriteria mengalami depresi berat.

Lalu, ada 40 persen dari yang berolahraga di rumah, dan 47 persen dari peminum obat, serta 31 persen dari peminum pil plasebo, yang tak lagi depresi.

Dari studi kecil itu dapat terlihat, mereka yang melakukan olahraga berkelompok mengalami dampak yang hampir sama dengan mereka yang menggunakan antidepresan. 

Psikolog di Universitas Duke yang ikut menulis makalah itu, James Blumenthal mengatakan, ada sejumlah penelitian -seperti penelitiannya, yang mendukung gagasan bahwa olahraga bermanfaat dalam mengobati depresi.

Namun, kata Blumenthal, tak ada uji klinis multicenter yang besar dalam penelitian itu, --seperti kebiasaan pada studi obat yang didanai oleh perusahaan farmasi.

Selain itu, ada juga masalah dengan desain eksperimen. Demikian kata Chad Rethorst, peneliti di Southwestern Medical Center, Universitas Texas.

"Apa kondisi kontrol perbandingan? Pil plasebo mencegah orang mengetahui apakah mereka mendapatkan obat atau tidak, sehingga sulit untuk membuat mereka berolahraga," kata dia.

Kendati demikian, sejumlah ilmuwan telah menggabungkan hasil dari banyak studi kecil untuk melihat apakah efek keseluruhan.

Hasil dari penelitian tersebut, umumnya menemukan efek kecil hingga sedang dari olahraga, terhadap pengobatan depresi.

Lalu, bagaimana bukti itu diterjemahkan ke dunia nyata?

Tidak semua orang

"Penanganan untuk depresi bekerja untuk beberapa orang, tetapi tidak untuk semua orang," kata Blumenthal.

Hal yang sama pun berlaku untuk beragam pengobatan medis, terapi bicara, dan olahraga itu sendiri.

Pasien yang depresi -secara natural, tidak termotivasi, kata Rethorst. Kondisi itu mengakibatkan mereka menjadi Sulit untuk melakukan aktivitas baru yang menantang.

Praktisi kesehatan mental -selama ini, mungkin menyebutkan olahraga sebagai salah satu alternatif penyembuhan untuk pasien mereka.

Tetapi, toh tetap tidak dapat diukur berapa dari mereka yang benar-benar "meresepkan" olahraga sebagai pengobatan.

Antonia Baum, seorang psikiater swasta mengaku selalu menanyakan kebiasaan olahraga dari setiap pasiennya.

Selanjutnya, Baum mengaku berusaha menjaga kebiasaan olahraga dari si pasien, atau membantu mereka menemukan aktivitas yang bisa mereka nikmati.

“Kamu perlu menemukan pilihan yang paling berkelanjutan dalam urusan olahraga ini," kata dia.

Dalam sebuah survei yang dilakukan di tahun 2015, menunjukkan, mayoritas pasien depresi akan tertarik untuk mencoba program olahraga yang dirancang untuk memperbaiki meningkatkan suasana hati.

Rethorst lalu mempelajari studi itu untuk menyusun panduan bagi praktisi kesehatan mental tentang cara "meresepkan" olahraga.

Termasuk di dalamnya, jenis olahraga, frekuensi, intensitas, durasi, dan bagaimana membantu orang tetap mengikuti program tersebut.

Berapa banyak olahraga?

Dalam penelitian itu disarankan setidaknya 150 menit per minggu untuk aktivitas aerobik, seperti jalan kaki, jogging, atau pun bersepeda.

Selain itu, sejumlah penelitian lain mengungkap adanya dampak positif dari resistance training atau latihan dengan menggunakan berat badan (weight-based exercise).

Namun, bukti nyata dari dampak positif lebih banyak terlihat dari aktivitas aerobik.

"Praktik klinis yang optimal akan mencakup pemantauan gejala secara teratur, sama halnya dengan inisiasi rencana perawatan apa pun," kata dia.

Jika ditemukan gejala depresi yang kian memburuk, mungkin memerlukan perawatan yang berbeda atau tambahan.

Dengan kata lain, jangan hanya melakukan olahraga sebagai satu-satunya upaya pengobatan.

Sebab, jika olahraga ternyata tidak mendatangkan hasil yang memuaskan, maka kita akan berada dalam kondisi yang berisiko, karena tak memiliki alternatif penyembuhan lain.

Selain itu, perlu diingat pula, mempertahankan konsistensi berolahraga bukanlah perkara yang gampang.

Orang yang kehilangan semangat di tengah program adalah kabar yang lumrah terjadi.

Nah, pada bagian ini, mencari dukungan sosial dengan berolahraga secara berkelompok merupakan pilihan yang benar.

Baum mengatakan, dia memutuskan untuk melakukan pengecekan reguler terhadap aktivitas pasiennya. Hal itu dilakukan untuk tetap mempertahankan semangat mereka. 

Sementara Blumenthal mengatakan, manfaat dari olahraga terhadap depresi biasanya baru terlihat pada rentang 6-8 minggu.

"Pengobatan medis mendatangkan dampak yang sedikit lebih cepat," kata dia.

Namun perlu diingat, olahraga tak hanya berdampak untuk depresi, karena aktivitas ini berperan penting pada semua aspek kesehatan.

“Saya percaya, dan ini berdasarkan pengalaman pribadi saya, dan ini sangat bermanfaat," kata Blumenthal.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/03/18/093943320/benarkah-olahraga-selalu-mampu-mengatasi-masalah-depresi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke