Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah 3 "Barber" Perempuan di Hong Kong, Bekerja Tanpa Tekanan Seksisme

KOMPAS.com - Saat memasuki barbershop bernama "Handsome Factory" di Wan Chai, Hong Kong, pengunjung seperti memasuki mesin waktu dan dibawa ke tahun 1950-an. Suasana retro memang begitu kental di tempat cukur para pria ini.

Lantainya bermotif hitam dan putih seperti papan catur. Ornamen yang ada di barbershop juga kental dengan nuansa vintage, seperti mug berlapis bahan enamel peninggalan zaman kakek-nenek kita dulu.

Di sebuah sudut juga terlihat kulkas Smeg berwarna merah terang dengan desain klasik. Di dalamnya terdapat botol-botol Coca Cola, meski dengan model masa kini.

Akan tetapi, bukan suasana masa lalu yang membuat Handsome Factory dikenal orang. Salah satu yang kerap menjadi perbincangan mengenai barbershop ini adalah tiga tukang cukur atau barber dengan kemampuan mumpuni, yang ketiganya perempuan.

Tiga tukang cukur itu adalah Cherry Chung (24), Lily Zhai (31), dan Pinky Wallace (34). Pelanggan mengetahui bahwa mereka dilayani oleh para tukang cukur perempuan, dan tak ada yang mengeluhkan itu.

"Ketika seorang pelanggan mengetahui nama-nama tukang cukurnya, yakni Cherry atau Pinky, ia otomatis paham jika tukang cukur tersebut seorang perempuan," ujar salah satu pendiri Handsome Factory, Annie Lee, dilansir dari South China Morning Post (SCMP) pada Selasa (21/5/2019).

Lee menyampaikan bahwa seksisme dalam "dunia percukuran" tak begitu dirasa di Hong Kong. Dia memahami jika masalah itu mungkin masih ada di negara lain, terutama Amerika Serikat.

"Untungnya persoalan tukang cukur perempuan ini bukan masalah besar di Hong Kong," ujar Lee.

Menurut Annie Lee, ketika ia bekerja sebagai tukang cukur di Amerika, ia mendengar komentar pelanggan yang meragukan kemampuan memotong yang dimilikinya.

"'Bisakah Anda memotong?' atau 'Saya pikir barbershop punya tukang cukur untuk pria'. Sangat mengejutkan melihat bahwa ini adalah toko tukang cukur kontemporer yang ditujukan untuk kaum muda, yang memperkerjakan wanita bertato dari ujung rambut sampai ujung kaki dan tentunya sangat mahir dalam menangani pisau cukur," ujar Lee.

Kemudian, Pinky Wallace yang berpengalaman sebagai tukang cukur di Inggris sekaligus seorang ibu dari dua anak, mengungkapkan bahwa dirinya hanya memandang orang sebagai klien potensial.

Wallace mengaku suka melihat bentuk wajah orang dan baginya itu menjadi daya tarik tersendiri.

Sementara Zhai, menyampaikan bahwa gender bukanlah masalah besar, sama seperti pria yang menata rambut perempuan.

Untuk membantu memahami jenis potongan rambut yang diinginkan pelanggan, tukang cukur merujuk ke menu potongan rambut yang kreatif.

Ketika bekerja, Chung, Zhai, dan Wallace melantunkan lagu secara bersamaan. Seolah-olah, mereka anggota trio tukang cukur sekaligus rapper yang kompak.

"High fade, low fade, biarkan (rambut) tetap tinggi, biarkan (rambut) di bawah telinga," demikian salah satu lirik yang mereka lantunkan.

Mereka melafalkan jenis potongan yang dikenal di industri dan ditampilkan dalam daftar model potongan rambut.

Potongan lainnya, termasuk crew cut dan psychobilly quiff, merupakan jenis potongan yang disukai oleh penggemar musik rock yang memadukan elemen rockabilly dengaan punk rock.

"Ini semua tentang kemampuan berkomunikasi yang lebih baik dengan pelangganmu," ujar Lee.

Tempat ini didirikan dengan tujuan untuk menciptakan tempat potong rambut lokal yang bisa dinikmati oleh beragam komunitas untuk mengobrol dan menikmati minuman.

"Kami telah menerima banyak dukungan dari selebritas lokal, seperti seorang DJ Jan Lamb, aktor Shawn Yue, aktor Philip Keung, grup hip-hop LMF, petinju Rex Tso, sutradara, aktor penyanyi, atlet profesional, dan putra pengusaha ternama di Hong Kong, Li Ka Shing," ujar Lee.

Adapun stuntman selebritas Hong Kong, Ken Law Ho-Ming (alias Super Ken), juga secara rutin datang ke barbershop ini untuk dipangkas rambutnya oleh Chung.

"Memiliki tukang cukur perempuan bukanlah masalah besar. Cherry hebat, dia bisa menyelesaikannya dalam waktu satu setengah jam saja. Saya suka pelayanan kilat itu," ujar Super Ken.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/05/21/203139320/kisah-3-barber-perempuan-di-hong-kong-bekerja-tanpa-tekanan-seksisme

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke