Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat Tato Mentawai yang Sarat Makna

BANDUNG, KOMPAS.com – Muthiara Rievana (36) tersenyum. Sambil memegang microphone ia bercerita tentang tato yang tergambar di tubuhnya dalam pameran foto CIN(TA)TTOOKEPADAKU (Cintaku Kepadaku) karya Lilu Herlambang.

“Ini tato Mentawai. Maknanya segala sesuatu yang baik datangnya juga harus baik,” ujar Muthiara disambut tepuk tangan penonton di Galeri Hidayat, Jumat (21/6/2019) malam.

Sebelum bertato, Muthi, sapaan akrab Muthiara, mempelajari banyak tato di Indonesia. Ia kemudian jatuh hati pada tato Mentawai.

Berjalannya waktu ia bertemu dengan tatto artist, Durga. Durga merupakan seniman tato yang banyak mempelajari tato Mentawai. Ia juga tercatat pernah bekerja di Black Wave Tattoo di Los Angeles dan kini mendirikan studio tato di Berlin, Jerman.

Kemudian, Durga juga pernah mempelajari tato tradisional dari Sua’ Suluape Freewind. Hingga akhirnya dia sengaja berkunjung ke Mentawai dan mempelajari seni tato tradisional Indonesia tersebut.

“Aku tidak pernah menentukan jadwal kapan akan ditato. Dalam beberapa kali pertemuan dengan Durga pun tidak langsung ditato. Hingga suatu hari merasa ini saat yang tepat,” tutur Muthi.

Durga kemudian mentato Muthi dengan teknik hand tapping, tanpa mesin. Ia ditato selama 6 jam dengan istirahat 3 kali.

Selama pengerjaan, ia tidak melihat kaca hingga tatonya jadi. Itu merupakan bentuk apresiasinya kepada sang seniman sekaligus temannya yang mengerjakan itu.

Muthi mengatakan, tato yang ada di tubuhnya sangat memiliki makna. Tato tersebut menjadi satu kesatuan dengan dirinya, proteksinya, caranya menahan diri, hingga memberi kekuatan terhadapnya.

“Tato itu proyek seumur hidup, karena akan selalu menempel di tubuhmu. Begitu kamu punya tato, otomatis orang pun akan liatin kamu dan kamu jadi pusat perhatian,” tuturnya.

Muthi mengaku tidak pernah terburu-buru ketika akan membuat tato. Sebab ia sudah berjanji pada semesta, semua akan ada waktunya.

Hingga akhirnya 2 tahun lalu ia kembali bertemu dengan Durga. Saat mengobrol itu, Durga menawarkan ngobrol sambil ditato.

Hal tersebut baginya seperti semacam “everything in life is about connection” yang ditulis Lilu Herlambang dalam pamerannya.

“Oh ini mungkin saatnya ketemu, connection, biar aku jejeg,” ungkapnya seraya mengatakan, di Mentawai desain tato yang ada di kakinya biasanya udipakai para pemburu atau yang sudah putih rambutnya.

Sama halnya dengan tato pertama, tato kedua memberikan kekuatan untuk lebih jejeg, seperti berakar ke dalam dan hidup lebih sederhana.

“Kemanapun aku pergi seperti jejak tanah. Aku ga selalu lihat ke atas. Langit bagus, tapi tanaman juga bagus,” katanya.

Sebagai volunteer ia banyak belajar dari orang pedalaman. Mereka hidup sangat sederhana, bersinggungan dengan alam, sangat menghargai alam, dan menikmati setiap detik hidupnya.

Tato yang ada di tubuhnya seperti memberi kekuatan untuk melawan dirinya yang pengen super cepat dan menginginkan banyak hal.

Tato ini seolah membantunya menahan diri bahwa kesederhaan itu menimbulkan kebahagiaan untuk dirinya dan orang di sekelilingnya.

Tato Mentawai

Menurut sejumlah literatur, bagi suku Mentawai, seni rajah ini merupakan pakaian dan roh kehidupan. Mereka mentato tubuhnya sejak zaman logam, 1500 SM-500 SM atau yang tertua di dunia.

Ragam motif tato atau titi yang dilukis tidak sembarang. Bagi mereka motif itu identitas yang menggambarkan tanah asal, status sosial, hingga seberapa hebat seorang pemburu.

Di lihat dari sisi makna, tato Mentawai adalah keseimbangan hidup. Sebagaimana yang mereka yakini, semua yang hidup memiliki roh.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/06/24/101000720/melihat-tato-mentawai-yang-sarat-makna

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke