Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Remaja Indonesia Masih Takut Bicara Edukasi Seksual dengan Orangtua

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemahaman soal reproduksi kesehatan seksual untuk anak merupakan hal penting yang perlu diberikan orangtua. Hal ini bisa membantu mencegah anak-anak dari seks bebas, penyakit menular dan kejahatan seksual.

“Pemahaman reproduksi kesehatan seksual penting bai remaja agar tehindar dari penyakit menular seksual,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kemenkes RI, Dr Wiendra Waworuntu, Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Sayangnya, dari riset daring Reckitt Benckiser Indonesia terhadap 500 remaja di lima kota besar Indonesia—Jakarta, Surabaya, Medang, Bandung, Yogyakarta—61 persen anak muda merasa takut dihakimi oleh orangtua ketika ingin bertanya perihal pendidikan seksual. Remaja lebih terbuka dengan teman sebaya, sebesar 57 persen.

Keterbukaan terhadap orangtua kian memudar sejak remaja mengalami pubertas.

Dari riset, ketika para remaja mengalami tanda-tanda awal pubertas, kebanyakan dari mereka (52 persen) memilih menjadikan orangtua sebagai sumber informasi pertama untuk berkonsultasi dan membahas pengalaman tanda pertama. Lalu teman sebaya 25 persen dan 15 persen internet dan media sosial.

Seiring berjalan waktu, setelah masa pubertas, orangtua justru menjadi sumber informasi terpercaya kedua, 26 persen, bagi remaja mengenai topik kesehatan seksual. Posisi pertama adalah praktisi kesehatan/dokter sebesar 33 persen.

Ketika makin bertumbuh, anak-anak pun lebih suka mendiskusikan topik-topik pendidikan seksual dan kesehatan organ reproduksi dengan teman, 41 persen; internet 24 persen, kemudian baru orangtua sebesar 14 persen.

“Dari riset ini, kami mendorong untuk mengembalikan peran orangtua untuk pendidikan kesehatan reproduksi,” ujar direktur CSR Reckitt Benckiser Indonesia, dr Helena Rahayu Wonoadi.

Peran orangtua

Psikolog klinis Klinik Angsa Merah Inez Kristanti mengungkapkan ada beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua soal pendidikan seksual anak.

Pertama, orangtua didorong memulai pendidikan seksual terhadap anak sejak dini.

“Enggak bisa anak sudah remaja, baru mulai. Karena nanti dia akan jadi canggung, ‘dari dulu enggak pernah diajak ngomong, kok sekarang malah diajarin hal tersebut’,” ujar Inez.

Untuk memulai, Inez menyarankan untuk mengajarkan organ dan anatomi tubuh dengan bahasa sebenarnya, bukan kiasan. Hal ini mendorong menjadikan contoh bagi anak. Jika memakai kiasan, menurut Inez, bukan tak mungkin anak jadi ragu. 

Tak jarang, katanya, anak akan berpikir, “kok orangtua kagok ngomong ini. Ini topik apa sih kok orangtua gak mau omongin,” katanya.

Inez mencontohkan untuk memberikan pendidikan seksual sesuai usia. Pada anak usia 1-2 tahun, misalnya, memberikan edukasi nama organ dengan benar—penis dan vagina.

“Kita perlu biasakan istilah seksualitas sebenarnya,” katanya.

Orangtua, menurut Rita, dapat terbuka komunikasi dua arah. Sebab, tak jarang orangtua lebih menekankan larangan, namun tidak terbuka dengan diskusi dengan anak.

“Komunikasi satu arah hasilnya gak efektif. Oleh karena itu, ajak komunikasi dua arah, di mana anak bisa kasih pendapat,” katanya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/07/18/123000520/remaja-indonesia-masih-takut-bicara-edukasi-seksual-dengan-orangtua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke