Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Aplikasi Kencan, Teman Tidur Satu Malam hingga Jodoh dalam Genggaman Tangan

CHARMING. Supel. Bawel. Tiga kata itu digunakan Nopian (27) untuk menggambarkan Chika, perempuan yang dinikahinya April 2019 lalu.

Nopian tak menyangka keisengannya mencari teman perempuan di Tinder empat tahun lalu berujung ke pelaminan.

"Dari gue jomblo hampir tiga tahun. Seminggu Tinderan langsung dapat teman ngobrol seru," kata Nopian kepada Kompas.com, Rabu (31/7/2019).

Di akhir 2015, Nopian yang sudah cukup lama melajang disarankan temannya untuk mengunduh aplikasi Tinder. Saat itu, Tinder sedang booming di Indonesia.

Aplikasi ini bak katalog yang menampilkan foto dan deskripsi singkat orang-orang dalam jarak tertentu.

Pengguna tinggal swipe kanan jika suka dan swipe kiri jika tak suka. Setelah keduanya saling swipe kanan atau match, baru mereka bisa berinteraksi.

"Dari seminggu pakai Tinder, ketemu Chika itu udah match orang ke-belasan. Tapi (dia) yang enak diajak ngobrol, nyambung, dan seru. Sampai mutusin akhirnya kopdar (kopi darat, bertemu langsung) di acara musik di Museum Satria Mandala," kenang Nopian.

Dari tujuan awal mencari teman perempuan dan membunuh sepi, Nopian melanjutkan hubungannya dengan Chika.

Mereka bertemu setiap akhir pekan, hingga akhirnya di bulan ketiga memutuskan untuk berpacaran. Keduanya bahkan langsung menghapus Tinder dari ponselnya karena tak butuh lagi mencari yang lain.

Mereka merasa sangat cocok dengan satu sama lain. Setelah empat tahun menjalin hubungan, Nopian memberanikan diri mengajak Chika menikah.

Bagi Nopian yang butuh teman mengobrol namun lingkungan hidupnya sempit, Tinder sangat membantu.

Sayangnya, cerita ini jarang diceritakan Nopian ke orang-orang. Ia merasa tak nyaman membuat orang terkejut ia menemukan jodohnya di aplikasi Tinder.

"Karena stigmanya Tinder dan aplikasi lainnya ini sekarang jadi sarana BO (booking order) gitu," kata dia.

Cari teman tidur

Ketika pertama diluncurkan pada 2012 oleh sekelompok mahasiswa University of Southern California, Tinder memang dibuat untuk membantu orang yang "iseng" mencari orang di luar jejaring sosialnya.

Setelah mendunia di medio 2013 hingga 2014, Tinder lebih banyak digunakan untuk mencari teman kencan kasual.

Ada yang menyebutnya one-night stand atau cinta satu malam. Fitur pencarian berbasis jarak GPS ini yang memungkinkan kencan cepat dan singkat.

Tampilan dan cara kerja Tinder terbilang sederhana jika dibanding aplikasi atau situs kencan lainnya. Misalnya, OKCupid, Tagged, atau eHarmony yang mengharuskan pengguna menyusun profil lengkap untuk menarik perhatian.

Di Tinder, foto adalah senjata utama. Hanya butuh beberapa detik untuk menilai tampilan lewat foto lalu memutuskan lanjut atau tidak.

Bagi Helmi (38) yang sudah satu dekade lebih mencari teman kencan lewat Tagged hingga Tinder, kemungkinan yang muncul dari aplikasi maupun situs kencan tidak terbatas.

Ia awalnya mengunduh aplikasi kencan untuk meramaikan ponselnya saja. Namun kini, Helmi berpaling ke Tinder untuk mencari teman tidur.

"Ngobrol sama cewek udah ratusan ya. Kalau ketemu udah puluhan dari berbagai daerah. Bandung, Jakarta, paling banyak Bogor. Buat iseng-iseng berhadiah lah," katanya berkelakar.

Helmi mengatakan dulunya Tinder murni digunakan untuk mencari teman kencan. Namun kini, banyak juga perempuan yang menjajakan "cinta".

"Ada yang ‘jualan’, karena ada juga yang emang nyari. Pernah juga kok saya BO (booking order)," kata dia.

Jodoh ada di genggaman tangan

Cap cinta satu malam itu boleh jadi tengah dihapus oleh Tinder. Selama beberapa pekan terakhir, di berbagai sudut jalan Ibu Kota, di bioskop, media sosial, hingga televisi, muncul iklan Tinder.

Dengan tagar #CariJodohApaAja, Tinder menawarkan aplikasinya bagi yang ingin mencari kesamaan minat. Mulai dari jodoh carpool karaoke, makan durian, silent disco, uji nyali, hingga mengejar ombak.

Pasalnya, Tinder tak akan berhasil mengepakkan sayapnya ke Indonesia dan seluruh Asia dengan citra aplikasi pencari teman tidur.

Budaya ketimuran dengan standar norma kesusilaan dan moral yang tinggi masih dijunjung di berbagai belahan Asia. Tinder harus menyesuaikan aplilkasinya dengan budaya setempat.

Regional Director Tinder East Asia Lyla Seo mengatakan pengguna di Indonesia cenderung lebih banyak dan lebih lama mengobrol di aplikasi ketimbang pengguna dari negara lain.

"Mereka suka saling mempelajari diri masing-masing dan mereka suka membicarakan minat satu sama lain," kata Seo seperti dikutip The Jakarta Post.

"Kami juga melihat pengguna Tinder di Indonesia menggunakan aplikasi ini sesuai keinginan mereka dan berdasarkan konteks budaya mereka," tambah Seo.

Pertemuan di dunia maya meningkat

Soal pencarian jodoh, penelitian dari Stanford University memperkirakan di masa depan, dunia maya akan jadi sarana utama pasangan bertemu.

Penelitian itu mengungkap 39 persen atau mayoritas pasangan heteroseksual saat ini bertemu lewat dunia maya. Angka ini naik dari 22 persen di 2009.

Dua dekade lalu, tepatnya pada era 1990, 34 persen pasangan bertemu lewat pertemanan. Dulu, cara ini paling banyak terjadi.

Namun kini, angkanya merosot jadi hanya 20 persen pasangan saja yang bertemu karena dikenalkan teman.

Survei yang melibatkan 3.009 pasangan ini juga mengungkap pasangan yang bertemu lewat kerjaan, keluarga, atau lingkungan rumah, turun seiring dengan disrupsi digital dalam hal pencarian jodoh.

"Peningkatan kencan online telah menggantikan cara orang bertemu," kata sang peneliti, Michael Rosenfeld seperti dikutip dari The Guardian.

Peneliti University of Illinois-Chicago Pamela Anne Quiroz pada 2013 pernah meneliti pergeseran dalam kencan melalui aplikasi ponsel.

Melalui analisis konten terhadap aplikasi online dating berbasis lokasi seperti Tinder, Quiroz menyimpulkan pergeseran ini hasil dari gaya masyarakat postmodern.

Saat ini, kemudahan dan jarak merupakan elemen yang diharapkan ada pada setiap produk.

Ekspektasi tersebut, seperti halnya kemungkinan yang tak terbatas, membentuk niche bagi ‘generasi gratifikasi instan’ untuk mencari, menerima, dan menolak pasangan potensial dalam genggaman tangan.

Norma baru

Di Indonesia, situs dan aplikasi kencan online juga mulai menggeser cara orang bertemu pasangannya.

Peneliti Universitas Indonesia Chandra Kirana alias Kicky mengatakan sebenarnya konsep pencarian jodoh di luar lingkar kehidupan sosial kita sudah lama dilakukan. Bedanya, dulu belum ada internet sebagai medium. Dulu, yang ada hanya biro jodoh berbayar.

"Di era digital seperti sekarang, orang punya akses lebih luas, biaya minim atau nyaris tanpa biaya kecuali pulsa atau kuota internet. Bantuan pihak ketiga tetap ada tapi relatif kecil, dan pasangan yang kita cari semakin spesifik," kata Kicky.

Lalu, apakah pencarian jodoh bakal semakin berkualitas dengan segala fitur yang ditawarkan aplikasi dan situs internet?

Mungkin tidak juga. Namun Kicky mengatakan tak perlu malu dengan kencan online. Mencari pasangan di dunia maya bukan berarti Anda tak laku.

"Sejumlah studi bilang bahwa punya kencan dari online dating sites itu malah identik dengan punya alternatif. Maksudnya ketika hubungan offline terganggu, mereka masih punya "back up" dengan adanya teman kencan yang mereka punya dari online dating sites tadi," ujar dia.

Yang pasti, kata Kicky, pencarian jodoh lewat internet ini akan semakin diandalkan dan jadi norma baru, bahkan di Indonesia.

"Enggak perlu menunggu 5-10 tahun, situasinya sudah terjadi sekarang ini. Online dating sites akan bertahan dalam waktu yang lama," jelasnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/08/03/060000420/aplikasi-kencan-teman-tidur-satu-malam-hingga-jodoh-dalam-genggaman-tangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke