KOMPAS.com - Pernahkah kamu memakan sesuatu dalam keadaan perut yang sebenarnya sudah kenyang? Lalu, langsung merasa menyesal setelahnya?
Bila iya, kamu perlu berhati-hati. Pasalnya, kamu bisa jadi sedang mengidap gangguan makan yang disebut binge eating disorder (BED).
Apa itu binge eating?
Secara umum, makan berlebihan yang dilakukan sesekali termasuk wajar dan seharusnya tidak memicu kekhawatiran. Misalnya, makan banyak pada acara pesta, pernikahan, reuni keluarga, atau saat berlibur.
Namun ketika makan berlebihan sudah menjadi sebuah kebiasaan, hal ini patut diwaspadai.
Seperti kata binge yang memiliki arti ‘melakukan sesuatu secara berlebihan’, binge eating adalah gangguan makan yang ditandai dengan kebiasaan makan dalam jumlah luar biasa banyak di satu waktu.
Gangguan makan binge eating umumnya mulai terjadi pada saat masa remaja hingga di awal usia dua puluhan. Penyakit mental ini juga tergolong kronis (jangka panjang) dan dapat berlangsung hingga hitungan tahun.
Kapan seseorang dikatakan mengalami binge eating disorder?
Inilah tanda-tanda jika seseorang mengalami gangguan makan binge eating disorder:
Pada masing-masing penderita, tingkat keparahan binge eating bisa berlainan. Kondisi ini bisa dilihat dari frekuensi binge eating yang dilakukannya dalam waktu seminggu.
Perlu bantuan dari dokter spesialis jiwa atau psikolog untuk mendiagnosis binge eating disorder secara pasti. Demikian pula dengan faktor yang menyebabkan penderita mengalami gangguan mental ini.
1. Pengaruh faktor keturunan atau genetik
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemunculan binge eating disorder dipengaruhi oleh faktor genetik. Ini berarti, kemungkinan untuk mengalami BED menjadi lebih tinggi bila memiliki anggota keluarga yang juga mengalami penyakit yang sama.
2. Adanya perubahan pada struktur otak
Berbeda dengan orang normal, struktur otak penderita BED dikatakan mengalami perubahan tertentu. Akibatnya, respons penderita terhadap makanan menjadi meningkat dan kemampuan untuk mengendalikan dirinya mengalami penurunan.
3. Memiliki citra tubuh yang negatif
Citra tubuh negatif akan membuat kita merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya sendiri. Inilah yang dialami oleh orang yang mengidap gangguan makan binge eating, yang kemudian membuat gangguan makan ini semakin parah.
4. Sudah mulai melakukan binge eating sejak lama
Para pengidap BED umumnya memang sudah melakukan tindakan binge eating sedari masa kanak-kanak dan remaja. Lama-kelamaan aktivitas tersebut berkembang menjadi gangguan kejiwaan.
5. Mengalami trauma secara emosional
Peristiwa yang dapat menyebabkan stres atau depresi pada seseorang dapat menjadi faktor pemicu di balik penyakit binge eating.
Misalnya, mengalami kekerasan seksual (seperti diperkosa), kecelakaan, ada anggota keluarga atau orang terdekat yang meninggal, perceraian orangtua, atau bullying.
6. Mengidap kondisi psikologis lainnya
Penelitian menunjukkan bahwa penderita penyakit binge eating juga biasanya memiliki sekurang-kurangnya satu gangguan psikologis lainnya, seperti fobia, depresi, atau bipolar.
7. Pengaruh jenis kelamin
Menurut sebuah penelitian, binge eating disorder lebih kerap dialami oleh pria serta orang-orang yang lebih tua. Namun alasan di baliknya belum bisa dipastikan.
8. Pengaruh diet ekstrem yang gagal
Ketika kamu melakukan diet ekstrem, namun tidak berhasil, rasa putus asa bisa mendera. Kegagalan ini kemudian dapat memicu munculnya rasa kecewa dan rasa bersalah, yang malah membuat kamu makan dengan porsi yang lebih banyak.
Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi binge eating?
Penderita binge eating disorder umumnya merasa sulit hingga tidak bisa berhenti melakukan binge eating. Oleh sebab itu, butuh bantuan dari keluarga maupun orang di sekelilingnya dalam membantunya untuk menghentikan kebiasaannya.
Pengobatan untuk binge eating disorder bertujuan agar penderitanya dapat mengurangi kebiasaan binge eating dan mencapai kebiasaan makan yang sehat. Beberapa cara yang diberikan oleh dokter spesialis jiwa bisa meliputi:
1. Menjalani psikoterapi
Jenis psikoterapi bisa meliputi psikoterapi interpersonal, cognitive behavioral therapy (CBT), dan terapi perilaku dialektik. Keluarga juga bisa disertakan dalam terapi untuk membantu memahami kondisi pasien.
2. Mengonsumi obat-obatan dari dokter
Terdapat beberapa jenis obat yang bisa diberikan oleh dokter untuk mengatasi binge eating. Mulai dari obat stimulan, antidepresan, serta antikonvulsan.
3. Menjalani program penurunan berat badan yang benar
Program diet tidak dianjurkan bagi para pengidap penyakit binge eating yang sedang menjalani pengobatan. Pasalnya, kegagalan diet justru dapat memicu periode binge eating semakin sering dilakukan.
Bila ingin melakukan diet, program penurunan berat badan ini sebaiknya diawasi oleh dokter atau ahli gizi. Langkah ini akan memastikan kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi selama diet berlangsung.
Gangguan makan binge eating dapat berefek buruk bagi kesehatan fisik dan mental bila tidak kunjung diobati.
Selain obesitas, penderita juga dapat mengalami diabetes tipe 2, penyakit jantung, kadar kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi di kemudian hari.
Karena penderita sulit untuk menghentikan kebiasaannya, orang-orang di sekitarnya dibutuhkan untuk membujuk penderita untuk menjalani pemeriksaan ke dokter. Dengan ini, diagnosis dan penanganan binge eating disorder yang tepat bisa didapat.
https://lifestyle.kompas.com/read/2019/08/29/112022020/terus-makan-meski-kenyang-mungkin-kamu-mengidap-binge-eating