Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Diungkap, Dampak Buruk Medsos Lebih Besar pada Remaja Putri

Pada anak perempuan, sering menggunakan media sosial ternyata bisa membahayakan kesehatan akibat kekurangan tidur, aktivitas fisik yang tidak memadai, dan membuat mereka terkena cyberbullying.

Dalam hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal Lancet, disebutkan, risiko tersebut tak terlihat pada anak laki-laki.

Para peneliti dari University College London mempelajari penggunaan media sosial dari hampir 13.000 remaja di Inggris, sejak mereka berusia 13-16 tahun.

Para peneliti juga mengevaluasi laporan para remaja yang menjadi responden terkait level kesejahteraan yang dirasakan. ancaman cyberbullying, waktu tidur, dan aktivitas fisik yang mereka lakukan.

Studi ini menemukan, 27 persen remaja wanita yang sering menggunakan media sosial memiliki level stres dan tekanan psikologis yang tinggi.

Lalu, di antara remaja yang jarang memakai medsos. 17 persen yang didapati mengalami tekanan psikologis dan stres.

“Penyebabnya tampaknya bukan media sosial itu sendiri, tetapi akibat mereka tidak cukup tidur dan kurang aktivitas fisik.”

Demikian dikatakan korespondenkesehatan ABC News, Dr. Jennifer Ashton, terkait temuan dalam penelitian ini.

"Aspek tidur sangat besar, dan saya tidak bisa mengesampingkan hal ini," kata dia.

Ashton mengatakan, remaja harus tidur 9-10 jam per malam. Selain itu, penting pula bagi remaja untuk menjaga jadwal tidur yang konsisten.

"Alih-alih kurang tidur selama seminggu, dan lalu mencoba menebusnya di akhir pekan," kata dia.

"Ada efek kardiovaskular, penyakit jantung, efek kesehatan mental untuk remaja putri yang kurang tidur," kata Ashton.

Para peneliti pun merekomendasikan upaya untuk mencegah atau meningkatkan ketahanan terhadap cyberbullying, sebagai intervensi untuk meningkatkan kesehatan mental gadis remaja yang menggunakan media sosial.

"Cyberbullying" didefinisikan sebagai intimidasi yang terjadi melalui perangkat digital seperti ponsel, komputer, dan tablet.

Perbuatan ini termasuk mengirim, mengunggah, atau berbagi konten negatif, berbahaya, palsu, atau konten spesifik tentang orang lain. 

Demikian definisi yang diterbitkan di laman stopbullying.gov -sebuah situs web yang dikelola oleh Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS), AS.

Temuan ini selaras dan konsisten dengan penelitian yang menitikberatkan kepada kaum  remaja di AS.

Bulan lalu sebuah penelitian di AS mengungkap, anak perempuan menjadi korban pelecehan online tiga kali lipat lebih banyak dibanding anak laki-laki. 

Di antara siswa SMP dan SMA, tercatat 21 persen anak perempuan mengaku telah diintimidasi secara online atau melalui pesan teks.

Angka tersebut terlihat lebih besar dibandingkan kasus serupa yang dialami anak laki-laki, yang hanya sebanyak tujuh persen. Demikian data the National Center for Education Statistics (NCES).

Beruntung, banyak platform media sosial dan juga pihak sekolah yang mulai memiliki cara yang jelas untuk melaporkan cyberbullying.

Nah, jika orangtua khawatir bahwa anak remaja mereka sedang mengalami pelecehan semacam itu, situs stopbullying.gov merekomendasikan mereka meluangkan waktu untuk menyelidiki perilaku digital anak.

Pertama, orangtua harus memperhatikan jika anak mereka mengalami perubahan mood atau perilaku.

Selanjutnya, mereka dapat memulai percakapan tentang apa yang terjadi, serta mendokumentasikan apa yang terjadi.

Salah satu caranya dengan menyimpan tangkapan layar dari kasus pelecehan online tersebut.

Selain itu, orangtua juga dapat membimbing anak mereka menggunakan detoks media sosial.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/09/02/132846720/diungkap-dampak-buruk-medsos-lebih-besar-pada-remaja-putri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke