BrandzView
Konten ini merupakan kerjasama Kompas.com dengan Rinso
Salin Artikel

Menilik Permasalahan Sampah Plastik yang Semakin Pelik

KOMPAS.com – Terima atau tidak, manusia bertanggung jawab pada tingginya polusi sampah plastik di dunia.

Coba tengok, hampir seluruh benda yang akrab dengan kehidupan sehari-hari tak terlepas dari unsur polimer tersebut.

Sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik dan ditempatkan ditempat yang tepat pastinya akan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Bukan cuma daratan, tapi juga lautan.

Tak sedikit hewan-hewan laut dihtemukan terluka bahkan sialnya mati lantaran tak sengaja memakan plastik-plastik yang mereka kira makanan.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, Selasa (2/4/2019). Seekor paus sperma sepanjang delapan meter yang sedang hamil ditemukan mati di Sardinia, Italia.

Nahasnya, ketika perut hewan mamalia tersebut dibedah, tim ilmuwan menemukan 22 kilogram sampah plastik ada di dalamnya.

Disorot dunia

Memang, krisis sampah plastik semakin menjadi sorotan di seluruh dunia. Berbagai imbauan untuk menjaga kelestarian lingkungan pun terus digalakkan.

Namun, ibarat pepatah, sebesar-besarnya bumi, ditampar tak kena, upaya tersebut sepertinya kurang mempan. Malah tak jarang hanya menjadi retorika belaka, seperti yang terjadi di Indonesia, misalnya.

Soal pengelolaan limbah plastik, Indonesia bisa dikatakan salah satu yang terburuk di dunia. Ini terungkap dari hasil studi Jambeck tahun 2015 yang dimuat pada laman Our World in Data.

Sebanyak lebih dari tiga juta ton sampah plastik Indonesia masuk ke lautan tiap tahunnya.

Bahkan, dari sumber tersebut, Indonesia dicap sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Cina. Tentu ini bukanlah hal yang patut dibanggakan, bukan?

Rantai upaya mengurangi sampah plastik

Perkara menjaga kelestarian Bumi bukan hanya tugas segelintir orang. Perlu ada upaya kolaboratif untuk mengatasi permasalahan sampah plastik, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

Untuk memantik kepedulian masyarakat, beberapa produsen kini gencar memerangi penggunaan kemasan plastik. Salah satunya, yang dilakukan Unilever.

Unilever menerapkan komitmen jangka panjang melalui langkah nyata untuk turut serta mengatasi permasalahan sampah plastik di Indonesia

Adapun upaya tersebut dilakukan mulai dari hulu, tengah, hingga berakhir di hilir.

Usaha tersebut pun sepertinya memang tidak main-main. Pasalnya, untuk hulu sendiri saja, ada tiga kerangka kerja yang diterapkan, yakni Less Plastics (mengurangi plastik), Better
Plastic (plastik yang lebih baik), dan No Plastics (tanpa plastik).

Dari sekian banyak produk Unilever, Rinso menjadi salah satu yang menerapkan ketiga konsep tersebut.

Rinso berusaha menciptakan kemasan ramah lingkungan lewat teknologi material, mengurangi ukuran kemasan, menggunakan materi plastik daur ulang, hingga rencana penerapan refill station yang saat ini sedang di uji coba di Indonesia.

Selanjutnya, yang menjadi rantai tengah adalah dengan meningkatkan sosialisasi program bank sampah berbasis komunitas di seluruh Indonesia.

Dicanangkan sejak 2008, program tersebut berhasil mengurangi sebanyak 7.779 ton sampah non-organik.

Tak berhenti sampai di situ, berbagai edukasi pun turut digalakkan Unilever. Salah satunya, menggelar program Green and Clean yang dimulai di Surabaya pada 2001, dan direplikasi ke-37 kota atau kabupaten pada 2018.

Kemudian, di rantai paling ujung atau hilir, permasalah sampah plastik diatasi dengan melakukan investasi besar-besaran dalam hal teknologi daur ulang.

Misalnya, CreaSolv® . Ini merupakan teknologi pertama di dunia yang bisa mendaur ulang sampah kemasan plastik menjadi kemasan baru. Dengan begitu, sampah kemasan plastik tidak berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ataupun di alam.

Komitmen-komitmen di atas tentunya tak bisa berjalan sendiri. Perlu adanya sinergi untuk mewujudkannya, termasuk dari Anda.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/09/02/165655520/menilik-permasalahan-sampah-plastik-yang-semakin-pelik

Bagikan artikel ini melalui
Oke