Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Petikan Sasando untuk Lagu Bengawan Solo "Terbang" ke Roma...

Senandung itu sekaligus menandai dibukanya Workshop Diversity in Unity di Universitas La Sapienza, Roma, Italia.

Workshop tersebut memang mengambil tema musik sasando dan tari tradisional dari kawasan timur Indonesia.

Acara ini digelar terbatas, hanya untuk 50 mahasiswa jurusan etnomusikologi di perguruan tinggi tersebut.

“Workshop telah menarik minat mahasiswa Italia untuk lebih dalam mempelajari seni dan budaya Indonesia serta mengembangkan dan mempromosikan wacana pendidikan musik Nusantara."

Begitu kata Dr. Nungki Kusumastuti salah satu maestro tari Indonesia yang menjadi salah satu narasumber pada acara yang digelar dalam rangkaian peringatan HUT ke-74 RI dan perayaan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Italia.

Dalam kerja sama itu digelarlah Master Class/Workshop Diversity in Unity pada 30-31 Oktober 2019.

Selain Nungki Kusumastuti, ada pula dukungan dari penari dan musisi yang bergabung dalam grup seni Artina Jakarta pimpinan Haryati Abelam.

Di Roma, kegiatan ini juga disambut baik oleh dosen etnomusikologi Profesor Giovanni Giuriati.

Dia menyebut, acara ini dijadikan materi kuliah yang berguna untuk membuka wawasan para murid akan dunia seni di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Dalam acara itu, Nungki Kusumastuti sempat menjelaskan alat musik sasando dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur yang diciptakan pada abad 17.

Dawai sasando menghasilkan nada yang saling mengisi dan setiap dawai memiliki peran untuk menciptakan harmoni. Sasando terbuat dari bambu dan daun lontar yang berfungsi sebagai resonator.

Tak sekadar alat musik, sasando bagi orang Rote memiliki makna mendalam, alat musik ini melambangkan filosofi hidup orang Rote yang berpusat pada pohon lontar sebagai pohon kehidupan.

Mahasiswa jurusan etnomusikologi Universitas La Sapienza juga memiliki kesempatan untuk belajar memainkan alat musik sasando, dan menyaksikan tari Naikonos Larik dari Nusa Tenggara Timur.

Tari Naikonos Larik memiliki koreografi gerakan kaki yang dinamis sesuai dengan kondisi alam kehidupan tempat tarian tersebut berasal yaitu padang savana dan masyarakat berkuda.

Mereka tak hanya mahasiswa yang mengambil studi Indonesia, tapi juga dari jurusan lain di Universitas Napoli L’Orientale.

Acara dijadikan bagian dari kelas perkuliahan Profesor Antonia Soriente, sebagai tenaga pengajar utama studi Indonesia.

Nungki mengatakan tentang Diversity in Unity, fakta lebih dari 3.000 karya tari orisinal dari berbagai etnik di Indonesia dengan latar belakang sejarah penciptaan yang berbeda-beda.

Seni tari Indonesia memperlihatkan kekayaan budaya Indonesia dan keberagaman kehidupan agama dan sosial.

Semua tarian dipersatukan dengan fondasi “Bhinneka Tunggal Ika” dan misi seni tari Indonesia sebagai duta kebudayaan telah menggalang persahabatan internasional melalui pertunjukan tari di berbagai negara.

Nungki bersama para penari grup seni Artina juga mempraktekan keberagaman gerakan tari mulai dari tarian keraton, tarian daerah pesisir, hingga tarian daerah Papua.

Seperti disebutkan dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, mahasiswa terlihat sangat antusias dan bergembira bersama menarikan tari Papua, “Pangkur Sagu”, bersama para penari grup seni Artina.

“Sangat menarik mempelajari beragam musik dan tarian Indonesia di mana masing-masing daerah memiliki filosofi dan ciri khas koreografi tersendiri."

"Hal tersebut memicu rasa ‘curiosity’ akan kekayaan budaya Indonesia untuk mengenal Indonesia lebih dalam," begitu kata seorang mahasiswa Universitas La Sapienza, Carina.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/11/04/104646320/petikan-sasando-untuk-lagu-bengawan-solo-terbang-ke-roma

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke