Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Sepatu Clarks, Berawal dari Selop Berbahan Kulit Sisa

Dave membuat haiku untuk setiap orang yang memintanya. Ia menanyakan nama, hobi, atau hal-hal yang menginspirasi orang di hadapannya, lalu merangkai jawaban-jawaban itu menjadi puisi sederhana yang indah dan penuh arti.

Dave menggubah puisi-puisi tersebut dalam acara preview koleksi Spring Summer 2020 sepatu Clarks di Singapura. Yang dilakukannya, entah sengaja atau tidak, menggambarkan filosofi Clarks.

Mesin ketik kuno yang digunakan, puisi yang simpel, kata-kata yang indah dan personal bagi setiap orang, seolah mewakili sepatu Clarks yang klasik, simpel, indah, dan cocok digunakan semua orang dengan kepribadian masing-masing.

Dan tahukah kamu, inovasi ternyata bukan barang baru di Clarks. Brand asal Somerset, Inggris ini adalah yang pertama kali membuat sepatu sesuai bentuk kaki. Awalnya sepatu-sepatu yang ada, tidak mempunyai lekuk menyerupai kaki, jadi lempeng saja.

Clarks juga yang pertama memperkenalkan bantalan dalam sepatu agar nyaman dipakai, jauh sebelum brand-brand sneakers masa kini lahir.

Kelahiran Clarks

Tahun 1825, Cyrus lepas kongsi dan membuat usaha sendiri yaitu menjual karpet kulit domba dan membuka toko di High Street. Karpet yang dijualnya memberi kehangatan di kaki karena masih dilengkapi bulu-bulu domba.

Tiga tahun kemudian, Cyrus mengajak adiknya yang paling muda, James, untuk magang di sana sekaligus membantunya. Saat bekerja di sana, James menyadari banyak potongan kulit sisa pembuatan karpet yang dibuang begitu saja.

Ia kemudian memiliki ide untuk memanfaatkan kulit sisa tersebut. James pun merancang sepatu sederhana seperti selop, menggunakan kulit domba sisa itu.

Ia mengajari para pegawai untuk membuatnya, lalu para pegawai itu dibekali kulit sisa untuk membuat selop di rumah. Bila sudah jadi, James akan membayarnya.

Rupanya selop yang kemudian dikenal sebagai "Brown Peters" itu disukai banyak orang. Permintaan meningkat pesat, dan pada tahun 1833, dua Clark bersaudara itu mengganti nama perusahaan menjadi C&J Clark dan mulai fokus membuat alas kaki.

Di antara seri yang paling ikonik adalah sepatu desert boots dan wallabee yang hingga kini masih diproduksi dan dijual di toko-toko Clarks.

Sepatu-sepatu ini sangat populer hingga dipakai para pesohor seperti Steve McQueen, The Beatles, Pangeran Harry, hingga Kanye West.

Sepatu Clarks juga sempat menjadi ikon pop culture di Inggris, menghiasi gerakan-gerakan anti kemapanan di Jamaika, hingga aksesoris wajib grup hip-hop di Amerika

Walau saat ini Clarks memiliki ribuan toko di seluruh dunia, dengan penjualan lebih dari 50 juta pasang sepatu per tahun, brand ini sempat mengalami masa surut akibat gempuran brand-brand baru dan berubahnya selera pasar.

Karenanya, belakangan Clarks bertekad meraih kembali masa-masa gemilangnya dengan meluncurkan sepatu-sepatu klasik namun modern.

Disebut klasik karena memiliki ciri Clarks yang dibuat dari kulit pilihan dengan jahitan dan desain yang rapi. Tapi modern dengan menghadirkan warna-warna kekinian, bahan-bahan yang lebih nyaman seperti sol karet, dan desain-desain baru yang menarik.

Mantra itu seolah diwakili oleh Dave dengan puisi haiku dan mesin ketik klasiknya. Merangkum masa lalu yang klasik dengan selera kekinian lewat produk yang indah dan penuh makna.

Saya melihat puisi haiku yang diberikan Dave, tertulis "Absolute comfort, in the knowledge of your truth, we connect deeply."

Rangkaian kata puitis itu saya pahami sebagai kenyamanan, sesuatu yang saya kenal, sekaligus memiliki hubungan mendalam. Entahlah, mungkin itu sepatu yang saya pakai...

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/12/18/101245520/kisah-sepatu-clarks-berawal-dari-selop-berbahan-kulit-sisa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke