Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kematian Akibat Kanker Makin Meningkat di Negara Berpenghasilan Rendah

KOMPAS.com - Dalam dua dekade mendatang, dunia akan mengalami peningkatan 60 persen dalam jumlah kasus penyakit kanker, menurut laporan World Health Organization (WHO).

Satu dari enam orang meninggal akibat kanker tiap tahun, dan beban kanker meningkat, dari keterangan WHO dalam World Cancer Report 2020 yang diterbitkan bulan ini.

Sekitar 9,6 juta orang meninggal dunia karena kanker pada tahun 2018, tahun terakhir di mana data itu tersedia.

Namun, peningkatan kematian akibat penyakit kanker lebih besar di negara-negara miskin.

Salah satu alasannya adalah perbedaan dalam proporsi orang yang terpapar faktor risiko kanker, berdasarkan laporan WHO.

Sebagai contoh, negara-negara dengan penghasilan rendah cenderung memiliki tingkat kanker lebih tinggi terkait infeksi, seperti kanker serviks dari HPV, dibanding negara-negara berpenghasilan tinggi.

Tingkat merokok juga menurun di negara berpenghasilan tinggi seperti Amerika Serikat.

Namun, hal itu tidak berlaku di negara berpenghasilan rendah, menurut penelitian dari International Agency for Research on Cancer.

Kanker paru-paru, penyakit yang terkait penggunaan tembakau, tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian akibat kanker secara global.

"Karena perusahaan tembakau telah melihat lebih sedikit orang di AS merokok, mereka mencoba menyebarkan penggunaannya ke negara yang kurang berkembang."

Demikian kata Sally Cowal, wakil presiden senior untuk pengendalian kanker global di American Cancer Society dan pengulas laporan.

Alasan lain bisa disebabkan oleh perbedaan sumber daya yang tersedia, menurut penjelasan laporan tersebut.

Sebagai contoh, proporsi lebih besar dari sumber daya kesehatan yang terbatas di negara miskin berfokus pada kondisi seperti penyakit menular alih-alih pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker.


Peningkatan dalam pengujian kanker juga dapat menjelaskan tingkat pada diagnosis kanker.

Namun, hal itu tidak menjadi pemicu utama, kata Dr. Andre Ilbawi, petugas teknis kantor pusat WHO dalam pengelolaan penyakit tidak menular.

Terlepas dari tingkat pendapatan, diagnosis dini adalah ukuran kesehatan masyarakat paling efektif pada kanker, demikian keterangan laporan itu.

"Saat kanker didiagnosis lebih awal, penyakit ini bisa diobati lebih efektif dengan lebih sedikit toksisitas dan sedikit tuntutan pada sistem baik dari segi alokasi penelitian dan biaya," ujar Ilbawi.

Ilbawi mengatakan, mengontrol kanker bisa menghemat biaya.

"Ada persepsi, kanker adalah penyakit mahal, yang tidak perlu menjadi masalah," kata dia saat konferensi pers untuk laporan tersebut.

Laporan juga mengungkap, di tahun 2030, tujuh juta jiwa bisa diselamatkan apabila pemerintah berinvestasi dalam sumber daya kanker.

Investasi itu sekitar 3 dollar AS (per orang) di negara berpenghasilan rendah, 4 dollar AS di negara berpenghasilan menengah, dan 8 dollar AS di negara berpenghasilan menengah ke atas.

Apa yang paling dibutuhkan negara-negara berpenghasilan rendah adalah orang-orang yang dapat memberikan layanan kesehatan, seperti dokter.

Strategi lain yang ditawarkan laporan ini mencakup eliminasi penyebab kanker yang bisa dicegah secara global.

"Kanker tidak harus menjadi hukuman mati," kata Ilbawi.

"Kami percaya ada jalan, sehingga setiap pemerintah dan pasien kanker mendapatkan perawatan terbaik."

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/02/18/075608220/kematian-akibat-kanker-makin-meningkat-di-negara-berpenghasilan-rendah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke