Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Baby Blues, Sindrom yang Diduga Picu Ibu Bunuh Bayi Sendiri

Diduga mengalami sindrom baby blues, seorang ibu MF (21), tega membunuh bayinya yang berumur 4 bulan, Selasa (25/2/2020) sore.

Selain membunuh buah hatinya, MF juga tega melukai tengkuk anak pertamanya yang berusia tiga tahun.

Lantas apa sebenarnya yang dimaksud dengan baby blues?

Baby blues adalah masalah gangguan emosional pada ibu yang baru melahirkan. Baby blues akan membuat ibu sering merasa sedih, menangis, sering cemas, dan lebih sensitif.

Kondisi itu bisa disebabkan oleh pengaruh perubahan hormonal setelah melahirkan, atau kelelahan mengurus bayi, bisa juga karena perubahan bentuk tubuh.

Atau, bisa pula karena masalah menyusui, -misalnya ketika ASI tidak keluar seperti yang diharapkan.

Fonda Kuswandi, S.Psi., Praktisi Hypno-birthing, Hypnobreastfeeding, Hypnoparenting mengungkap ciri-ciri baby blues:

1. Merasa bosan, sedih, dan lelah

Usai melahirkan, ibu merasa bosan dengan apa yang dihadapinya sehari-hari. Segalanya hanya seputar merawat dan mengasuh bayi yang ternyata merepotkan.

Apalagi, jika tak ada siapa pun yang membantu.

Efeknya ibu mengalami kelelahan yang luar biasa, kurang istirahat, ingin tidur tapi tidak bisa tidur, bahkan insomnia. Akibatnya, ibu pun bisa mengalami penurunan konsentrasi.

2. Mudah marah, tersinggung, dan lebih sensitif

Kala melihat bayi sering menangis bahkan mengalami muntah, misalnya, ibu secara tak sadar malah memarahi atau membentak si kecil.

Di sisi lain, suami biasanya bingung kenapa istrinya menjadi sensitif dan mudah tersinggung.

Sang ibu jadi bertambah kesal karena suami seperti tak berusaha membantu menyelesaikan problem yang dihadapinya.

Intinya, ibu menjadi tidak sabar, mudah marah, dan mudah terpancing emosi.

3. Merasa terasing, bersalah, dan malu

Selama berada di rumah sakit, begitu usai melahirkan, ibu mendapatkan perhatian penuh dari keluarga, kerabat, teman dan lainnya.

Namun, begitu pulang ke rumah, kondisi bisa berubah 180 derajat. Ibu kurang mendapat perhatian dari lingkungan terdekat, dan harus mengurus bayi lebih intens dari siapa pun.

Masalah bisa makin bertumpuk tatkala ibu menemui kesulitan dalam memberikan ASI --misalnya. Sementara, tuntutan mengurus kebutuhan suami dan diri sendiri harus tetap dipenuhi.

Bayangan semula yang terasa menyenangkan kini menyergap dalam bentuk aneka kerepotan. Akibatnya, ibu merasa terasing.

Belum lagi bila orangtua atau mertua banyak memberi komentar atau terlalu ikut campur soal pengurusan anak hanya karena merasa lebih berpengalaman.

Baby blues jadi postpastum depression

Dalam kasus yang lebih berat, ibu bisa mengalami depresi pasca-kelahiran atau postpastum depression.

Baby blues dan depresi pasca melahirkan terkadang memang sulit dibedakan. Praktisi psikologi dan juga terapis, Nuzulia Rahma Tristinarum mengungkapkan penjelasannya.

Menurut dia, kondisi semacam ini biasanya hanya datang sesaat -sekitar 3-6 hari. Paling lama, baby blues bisa berlangsung selama dua minggu.

“Ini adalah bentuk depresi pasca-kelahiran yang paling ringan,” kata Nuzulia.

Maka, jika tanda-tanda baby blues masih terjadi pada ibu selama lebih dari dua minggu atau setidaknya satu bulan, waspadai kemungkinan berlanjut menjadi depresi pasca-kelahiran.

"Kalau sudah lebih dari dua minggu bukan lagi baby blues. Atau paling tidak kalau sudah lewat sebulan bisa disebut postpartum depression. Bisa terjadi bertahun-tahun," kata dia lagi.

Depresi pada ibu pasca-kelahiran bisa dari yang ringan hingga berat, dengan pemicunya bisa datang dari gabungan antara fisik, psikologis, dan psikososial.

Gejala yang muncul melebihi kondisi baby blues, yaitu seorang ibu akan mulai mudah tersinggung, kehilangan nafsu makan, atau sering menangis.

Ibu yang mengalami gangguan semacam ini pun biasanya kehilangan minat terhadap diri sendiri dan bayi.

Mereka kerap berbicara sendiri, hingga puncaknya, mulai muncul pikiran untuk melukai bayi dan diri sendiri.

"Jadi kalau ibu sampai membunuh bayinya itu bukan lagi disebut baby blues," kata Nuzulia.

Namun, menurut dia, ibu yang melukai bayi atau diri sendiri juga tak selalu karena depresi pasca-kelahiran. Bisa jadi karena psikosis atau gangguan jiwa.

Yang pasti, dalam kondisi semacam ini ibu tentu membutuhkan pertolongan psikiater.

Untuk itu, orang-orang di sekitar ibu, mulai dari suami, keluarga, teman, hingga tetangga sebaiknya mengerti kemungkinan ibu mengalami baby blues atau pun depresi pasca-kelahiran.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/02/27/110515120/mengenal-baby-blues-sindrom-yang-diduga-picu-ibu-bunuh-bayi-sendiri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke