Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Liverpool Butuh Nike, atau Nike yang (Lebih) Butuh Liverpool?

Redaksi Liverpool.com mengaku sudah sempat melihat konsep jersey yang dibuat pabrikan asal Oregon, Amerika Serikat tersebut. 

Berita tentang kesepakatan besar ini sebelumnya sempat menghadapi banyak keriuhan. Namun ini sekaligus menjadi momen "PR" yang positif dan langka bagi Nike dalam beberapa bulan terakhir.

Memang, tahun 2019 bukan tahun yang terbaik bagi Nike. Salah satunya dengan, terbongkarnya skandal Alberto Salazar, dalam investigasi Badan Anti-Doping Amerika Serikat (USADA).

Tim pelatihan Proyek Oregon di Portland yang dikelola Salazar, dan mendapat dukungan finansial dari Nike, terbukti "mengatur dan memfasilitasi perilaku doping yang dilarang".

USADA sempat menyelidiki potensi pelanggaran doping, Salazar saat tengah melatih Mo Farah yang dia antarkan menjadi juara Olimpiade empat kali.

Bahkan, Nike sampai harus menutup Oregon Project, setelah hukuman skorsing empat tahun terhadap Salazar. Tak hanya itu, Nike juga menutup situs resmi Nike Oregon Project.

Lalu, sebuah film dokumenter di BBC memberi perhatian lebih pada Salazar.

Itu berarti sorotan sekali lagi jatuh pada Nike, hingga menempatkan mereka sebagai pihak yang membutuhkan sokongan "PR". Di situlah Liverpool masuk.

Apalagi di kancah Liga Premier, Inggris dalam beberapa tahun terakhir, Nike terlihat dari sisi prestasi. Demikian bunyi ulasan yang dikutip dari laman Liverpool.com.

Tahun-tahun kejayaan, ketika Nike memasok kit untuk Manchester United dan Arsenal yang merajai Liga Inggris tinggal kenangan.

Lalu, Nike saat ini hanya diwakili oleh Chelsea, Tottenham Hotspur, dan Brighton. Dan, harus diakui, sokongan untuk Brighton bukan kunci sukses Nike di kancah global.

Jadi adakah pilihan lebih baik bagi Nike selain (tetap) merangkul Juara Eropa, Juara Dunia, dan kini Juara Liga Premier Inggris?

Khusus untuk Liverpool, klub ini sedang terus berkembang, dan menjadi semakin kuat, bahkan menjelma menjadi kekuatan global dalam sepak bola.

Nama Virgil Van Dijk, kapten tim nasional Belanda dan secara luas dianggap sebagai bek terbaik di dunia sepak bola saat ini, dan kandidat penerima Ballon d'Or ada di sana.

Belum lagi, Mohamed Salah Mesir dari Mesir, dan Sadio Mané dari Senegal adalah dua bintang terbesar Afrika yang merumput bersama the Reds.

Keduanya dipuja oleh penggemar sepakbola di seluruh dunia.

Lalu pemain Brasil - Alisson Becker, Fabinho, dan Roberto Firmino yang sangat terkenal di pasar Amerika Selatan.

Kemudian, ada nama Trent Alexander-Arnold, pemain Inggris yang bukan tak mungkin menjadi pemain terbaik di generasinya. Nike juga dapat menggunakan dia sebagai "senjata" pemasaran.

Tak lupa, ada Jordan Henderson. Serta tentu saja, kepribadian dan popularitas Jürgen Klopp juga menjadi kekuatan tersendiri.

Kedatangan Takumi Minamino pada bulan Januari juga meningkatkan kemungkinan lebih lanjut bagi Nike untuk memperluas jaringan distribusi global Liverpool, termasuk di Timur Jauh.

Masuk akal untuk mempertimbangkan dampak potensial internasional dari Jepang dalam hal ini.

Jadi, di Liverpool, Nike mendapat kekuatan untuk kembali membangun brand dan melupakan mimpi buruk yang terjadi di tahun 2019.

Basis penggemar Liverpool yang berkembang di Amerika Serikat pun berpotensi dimanfaatkan untuk membantu memulihkan citra perusahaan Nike.

Liverpool bukan klub sembarangan. Ini adalah salah satu klub Inggris yang paling sukses sepanjang masa, dan salah satu klub elite Eropa.

Maka tak berlebihan jika disebut Nike yang membutuhkan Liverpool, ketimbang sebaliknya. Bukan begitu?

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/02/28/123349020/liverpool-butuh-nike-atau-nike-yang-lebih-butuh-liverpool

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke