Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Berbagi "Ransel" untuk Tunawisma Korban Pandemi Corona

Di sekitar kita, banyak masyarakat yang masih kesulitan, bahkan untuk mengisi perutnya. Kondisi ini diperparah setelah pandemi virus corona melanda.

Langkah yang dilakukan kelompok lembaga non-profit asal New York ini mungkin bisa menjadi inspirasi.

Dua tahun lalu, Jeffrey Newman dan Jayson Conner mendirikan lembaga non-profit dengan nama "Backpacks for the Street" yang didedikasikan untuk para tunawisma.

Lembaga tersebut menyediakan keperluan harian penting bagi tunawisma di berbagai kota. Barang-barang keperluan tersebut diserahkan menggunakan tas ransel.

Di masa pandemi Covid-19, kerja Newman dan rekan-rekan sukarelawannya cenderung lebih berat.

"Kami siang dan malam menyediakan persediaan Covid-19 sebanyak yang kami bisa," kata Newman, seperti dilansir dari Good Morning America.

Di dalam tas ransel yang mereka bagikan terdapat beberapa barang kebutuhan dasar.

Ada masker, sarung tangan, hand sanitizer, tisu disinfeksi, dan perlengkapan lainnya yang dibawa menggunakan mobil van.

"Kami mendapat telepon dari seseorang di tempat penampungan tempo hari yang mengatakan tidak ada orang di sana yang memakai masker atau sarung tangan, karena di sana tidak tersedia," kata Newman.

"Tiga orang di sana telah dites positif (Covid-19). Hal ini benar-benar menginspirasi kami untuk melanjutkan langkah ini."

Dalam tiga minggu terakhir, Newman dan timnya telah mengirimkan 1.200 tas ransel kepada orang-orang yang membutuhkan.

Misalnya, kepada Calvin, seorang pria yang duduk di halte bus di Queens hampir setiap hari, karena tempat yang biasa ditinggalinya tidak memiliki persediaan pembersih yang memadai.

Elizabeth dan suaminya, Bill, berkeliaran di Bandara LaGuardia karena beberapa tempat penampungan tidak higienis.

Menurut Departemen Perumahan dan Pengembangan Perkotaan AS, jumlah penduduk tunawisma di New York pada tahun 2019 mencapai 78.604.

Kota ini sebetulnya telah melakukan sejumlah langkah, seperi menghabiskan 200 dollar AS atau kira-kira Rp 3,1 juta per malam untuk menyewa kamar hotel bagi para tunawisma yang bergejala untuk diisolasi.

Sementara, tempat-tempat penampungan kini menyediakan makanan.

Tetapi, banyak tunawisma yang tampaknya masih tidak menyadari sumber daya yang tersedia bagi mereka.

Kebanyakan mereka yang tinggal di jalanan juga tidak memiliki akses ke internet atau televisi, sehingga tidak mengetahui informasi terbaru, termasuk mengenai bantuan terkait Covid-19.

Hector, misalnya, yang tinggal di sudut jalan Harlem, dan merasa seperti dibiarkan mati.

Dia mengatakan kepada Newman bahwa tidak ada yang menjangkaunya sejak pandemi dimulai.

Newman memahami perlunya masyarakat ikut membantu para tunawisma di kotanya, meskipun usaha tersebut mungkin tidak terlalu besar.

"Kota ini memiliki program yang bagus untuk para tunawisma tetapi ada banyak alasan mengapa seseorang mungkin tidak mau pergi ke tempat penampungan sekarang," kata Newman.

"Setiap tas ransel yang kami kirimkan bisa sangat bermanfaat terutama selama krisis ini," kata dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/04/27/141851620/kisah-berbagi-ransel-untuk-tunawisma-korban-pandemi-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke