Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Gelembung Sosial" Sebagai Cara Baru Bertemu Kerabat di Tengah Pandemi

KOMPAS.com - Di saat banyak negara berupaya menghilangkan status lockdown karena virus corona, gelembung sosial atau "social bubbles" muncul sebagai ide terkait cara mengendurkan pembatasan sosial.

Namun, para ahli mengatakan, hal itu bisa sulit dipraktikkan.

Gelembung sosial memungkinkan seseorang membentuk suatu kelompok dengan beberapa orang tertentu yang dibolehkan saling bertemu di luar anggota keluarga mereka di rumah.

Menurut data terbaru yang dikumpulkan John Hopkins University, Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 3,6 juta orang di seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 257.000 orang meninggal.

Selandia Baru, yang digadang-gadang sebagai contoh negara yang membuat kasus virus corona menjadi nol, telah menerapkan gelembung sosial.

Di negara tersebut, sejumlah pembatasan telah dibuka dan memungkinkan orang memperluas "gelembung" mereka untuk melakukan kontak dengan kerabat dekat di luar anggota keluarga mereka di rumah.

Sementara itu, Belgia dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk memungkinkan orang bersosialisasi dengan kelompok hingga 10 orang.

Saat ini, Belgia mengizinkan orang bertemu dengan dua orang lain di luar rumah mereka, dan menjaga jarak satu sama lain.

William Hanage, associate professor of epidemiology di T.H. Chan School of Public Health Harvard, mengatakan gelembung sosial "merupakan hal yang bisa diberlakukan saat wabah terkendali."

Namun, ia menambahkan ada masalah terkait besar kelompok, karena skala yang makin besar dapat meningkatkan kemungkinan infeksi.

"Bayangkan tiap orang memiliki peluang 5 persen terinfeksi dalam periode tertentu," kata Hanage.

"Jika setiap orang dianggap sebagai risiko independen, itu berarti kelompok 10 orang memiliki 50 persen kemungkinan mengalami kasus infeksi Covid-19 dalam periode itu."

Mike Tildesley, associate professor yang merupakan spesialis pengendalian penyakit menular di University of Warwick, mengatakan "prinsipnya, gelembung sosial adalah strategi yang sangat masuk akal, namun sulit diterapkan."

Dia juga mengatakan, mempersempit daftar teman dan memastikan teman-teman itu hanya bergaul dengan orang yang sama sepertinya nyaris mustahil dilakukan.

"Kita bisa membayangkan situasi di mana kita memberi nama sejumlah teman, lalu mereka memberi nama sejumlah teman termasuk kita."

"Tetapi ada beberapa orang dalam daftar itu yang tidak masuk dalam daftar kita. Itu hanya seperti memilih orang-orang dalam kelompok saja," ujar Tildesley.

Pengelompokan kontak

Adapun pentingnya eksklusivitas dalam gelembung sosial diuraikan Stefan Flasche, associate professor untuk departemen epidemiologi penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine, dalam unggahan baru-baru ini.

Flasche mendiskusikan betapa susahnya dampak lockdown pada putrinya yang berusia empat tahun.

Ia menjelaskan, putrinya masih berada pada usia di mana sulit berkomunikasi secara digital dan "kehidupan sosialnya sangat terpusat pada kontak fisik yang erat dengan teman-teman baiknya."

Karena itu, memperluas kontak putrinya, bahkan kepada satu atau dua teman dekat akan sangat membantu kesehatan mental dan perkembangan sosialnya.

Ia juga menyarankan agar anak-anak dapat membentuk semacam kelompok bermain eksklusif.

"Pengelompokan kontak sosial untuk anak-anak ini akan memungkinkan mereka bergaul dengan teman-teman mereka," kata Flasche.

Secara lebih luas, ia mengatakan strategi pengelompokan ini dapat diterapkan pada rumah tangga tanpa anak, bagi mereka yang sama-sama berjuang karena kurangnya kontak sosial langsung ketika pembatasan mulai dilonggarkan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/05/06/232307220/gelembung-sosial-sebagai-cara-baru-bertemu-kerabat-di-tengah-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke