Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Enggak Tega Beli Brompton? Coba Lirik Sepeda-sepeda Ini...

Terlebih lagi, jika ternyata barang yang dibuat mirip atau dijiplak tadi dirasa memiliki kualitas yang tak kalah dengan versi aslinya.

Dengan berbagai motivasi, mulai dari menghemat uang, mendapat impresi yang mewah, hingga untuk memenuhi tuntutan gaya semata, barang tiruan membentuk pasarnya sendiri.

Tak jarang, pasar tersebut berkembang pesat dan menjadi peluang bisnis yang tak kecil bagi para produsennya.

Dalil itu pula yang sepertinya terjadi bersamaan dengan booming-nya tren sepeda lipat buatan London, Inggris, Brompton, di Indonesia.

Brompton adalah sepada lipat handmade yang pertama kali dirancang oleh Andrew Ritchie pada tahun 1975, dan berkembang hingga hari ini menjadi varian sepeda komuter hi-end.

Pasar sepeda lipat beraneka warna ini pun menjangkau berbagai konsumen di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Sayangnya, karena ketiadaan toko resmi Brompton, biaya pengiriman, serta aturan pajak yang berlaku di Tanah Air, harga sepeda ini menjadi kian mahal.

Untuk versi standar Brompton terbaru dijual di Indonesia dalam rentang harga antara Rp 30 juta hingga Rp 40 jutaan.

Harga itu akan kian membengkak jika sudah dilabeli dengan sebutan "special edition", "limited edition", atau penggunaan part khusus berbahan titanium.

Jadi, tak heran jika dalam kasus Garuda Indonesia beberapa waktu lalu, sepeda Brompton versi Explorer--edisi terbatas--menjadi salah satu barang yang diselundupkan bersama motor Harley-Davidson.

Ceruk yang menyangkut keterbatasan akses konsumen dalam menjangkau Brompton ternyata dimanfaatkan oleh sejumlah produsen besar untuk membuat jiplakan sepeda ini.

Element Pikes dan United Trifold adalah dua varian dari pabrikan lokal yang membuat sepeda jiplakan Brompton, sedangkan dari China ada varian 3sixty.

Komunitas sepeda "mirip" Brompton itu pun berkembang pesat. Lucunya, tak jarang sepeda-sepeda jiplakan itu pun tetap saja harus ditebus dengan harga yang relatif tak murah.

Baik karena harga jualnya yang memang juga tidak tergolong murah, atau biaya upgrade yang membuat pemakainya harus merogoh kocek lebih dalam agar sepeda itu terlihat seperti Brompton.

"Jujur gue tertarik juga sama bentuk sepeda lipat yang booming karena kasus Garuda, tapi tahu sendiri harga Brompton setelah masuk ke Indonesia 'digoreng gila-gilaan'," kata Bonni Wicaksono, karyawan swasta di Jakarta, beberapa waktu lalu.

"Kebetulan ada Pikes, lokal produk dari Element yang dibikin dengan desain yang sama, dan spesifikasi yang enggak kalah," sambung dia.

Lalu, kata Bonni, di Jabodetabek komunitas epicyclist (Element Pikes) berkembang pesat dengan upgrade dan modifikasi yang tak kalah keren.

"Karena itu, gue tertarik buat punya, dan pilihan gue jatuh ke Pikes 8 speed, yang speknya udah lumayan oke dengan harga enggak terlalu mahal, sekitar Rp 7 jutaan," sebut dia.

"Dengan sedikit modifikasi dan upgrade, style kita udah enggak kalah sama yang naik Brompton, tinggal stiker Pikes diganti jadi 'Brompnot'," kata dia sambil tertawa.

Tentu tak hanya Bonni, banyak pula konsumen lain yang rela menyetorkan uang lebih dulu demi mendapatkan sepeda 3sixty dari China dengan cara inden.

Sejumlah toko terkenal di Jakarta dan Tangerang, misalnya, langsung kehabisan stok sesaat setelah mendapat pasokan sepeda 3sixty.

Fenomena itu kerap terpantau dalam keriuhan di media sosial dan komunitas sepeda lipat. Terlihat sekali betapa besar minat publik dengan sepeda jiplakan Brompton tersebut.

Dua pemilik Kreuz, Yudi Yudiantara (50) dan Jujun Junaedi (37), menceritakan awal mula terciptanya sepeda Kreuz yang mereka buat.

Yudi mengakui bahwa mereka memproduksi Kreuz dengan menjiplak bentuk asli Brompton.

“Brompton memang (sudah) membebaskan siapa pun meniru produknya," kata Yudi.

“Basic-nya memang Brompton, tapi tekukannya kami buat beda. Kalau Brompton di tengah, kami dari awal. Bentuk kepala juga dibuat berbeda,” klaim dia. 

Kini produk tersebut kian mengundang minat para penggemar sepeda di Indonesia. Bahkan, pesanan sudah datang dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

Frame set sepeda lipat tiga tersebut dijual seharga Rp 3,5 juta. Bila ingin full bike, minimal akan menghabiskan dana Rp 8 juta.

Untuk mendapatkan sepeda tersebut, calon konsumen tinggal menghubungi Kreuz melalui WhatsApp, kemudian membayar uang muka 50 persen.

Namun, konsumen harus bersabar. Sebab, hingga kini, inden sepeda Kreuz sudah mencapai bulan Februari 2021.

"Per bulan kita cuma bikin 10 frame, karena kita ingin tetap menjaga kualitas," ujar Yudi.

"Karena detail per detail frame seli tiga ini, Kreuz emang susah banget," sambung dia.

Tentang produknya ini, Yudi menolak anggapan orang bahwa sepedanya akan mengganggu Brompton.

Sebab, Yudi meyakini bahwa tidak mungkin Kreuz mengalahkan perusahaan sekuat Brompton.

"Pasar yang dibidik pun berbeda. Orang yang memiliki uang tentu akan tetap mengincar Brompton," sebut dia.

Mungkin pertimbangan ini pula yang melatarbelakangi pemikiran produsen dan para penikmat sepeda beragam merek yang menjiplak model Brompton. 

Lagi-lagi, para produsen tentu hanya memperhatikan geliat pasar, lalu memanfaatkannya. Hal itu termasuk saat mereka membuat replika sepeda Brompton, yang ternyata laris manis di pasar.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/06/19/151317420/enggak-tega-beli-brompton-coba-lirik-sepeda-sepeda-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke