Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anak dan Remaja Rentan Kekerasan Verbal di Masa Pandemi

KOMPAS.com - Orangtua atau pengasuh yang bertanggung jawab melindungi dan memberikan kasih sayang kepada anak seringkali justru menjadi pelaku kekerasan utama.

Selama pandemi Covid-19 yang mengharuskan anak hanya berkegiatan dari rumah, kasus kekerasan tetap tinggi.

Kekerasan pada anak adalah setiap perbuatan yang dilakukan pada anak hingga menyebabkan anak sengsara atau menderita secara fisik, psikis, seksual, dan atau terlantar.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Selama Januari-14 Juli 2020, di masa pandemi Covid-19 ini, tercatat 736 orangtua dan anggota keluarga yang melakukan kekerasan pada anak.

Data dari Wahana Visi Indonesia tentang Studi Penilaian Cepat Dampak COVID-19 dan Pengaruhnya Terhadap Anak Indonesia menyebut, sebanyak 33,8 persen anak mengalami kekerasan verbal oleh orangtuanya selama berada di rumah.

Perilaku yang temasuk kekerasan verbal ke anak antara lain meningkatnya volume suara berupa teriakan, bentakan, atau mengamuk. Selain itu, mengancam anak, mengkritik, mengejek, dan juga menimpakan setiap kesalahan pada anak, juga termasuk dalam perilaku ini.

Pemerhati Kesehatan Jiwa Anak UNICEF, Ali Aulia Ramly mengatakan kekerasan pada anak itu memang sudah terjadi di Indonesia bahkan sebelum adanya pademi COVID-19.

“Pada dasarnya jumlah kejadian kekerasan pada anak di Indonesia memang tinggi dan itu mengkhawatirkan,” ungkap Aulia seperti dikutip dari laman Covid19.go.id.

Contoh konkrit kekerasan pada anak secara emosional adalah merendahkan kemampuan anak dalam belajar dan menerapkan pola mendisiplinkan anak yang tidak tepat, seperti memberikan hukuman dan sanksi yang dianggap bagi sebagian orangtua justru akan membangkitkan semangat pada anak.

Lebih lanjut Aulia juga menjelaskan bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam membantu masyarakat, orangtua maupun anak untuk memahami apakah dia terdampak secara psikologis.

Gejala-gejala umum seperti menurunnya semangat untuk menjalankan aktivitas, mudah marah, dan cepat kehilangan konsentrasi itu memang normal namun tetap harus diperhatikan jika terjadi secara berkepanjangan.

“Jangan lupa bahwa ketika kita ingin mendukung anak dan remaja, kita juga harus memperhatikan kesehatan jiwa orangtuanya, membantu mereka memahami diri sendiri, bisa memilih cara menangani, dan cara untuk mendapat pertolongan,” tegasnya.


Kesehatan jiwa

Upaya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam menangani isu kesehatan jiwa anak dan remaja selama masa pandemi adalah dengan membuat regulasi yang menitikberatkan arah dari setiap kebijakan pada terwujudnya masyarakat yang peduli pada kesehatan jiwa.

Perubahan pada aktivitas sehari-hari bagi anak dan remaja selama pandemi ini tidak hanya berdampak pada aspek fisik mereka saja, namun juga pada aspek kesehatan jiwa karena perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup cepat.

Pandemi ini juga dapat berdampak kepada aspek psikososial dari anak dan remaja di antaranya adalah perasaan bosan karena harus tinggal di rumah, khawatir tertinggal pelajaran, timbul perasaan tidak aman, merasa takut karena terkena penyakit, merindukan teman-teman, dan khawatir tentang penghasilan orangtua.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/07/23/164247020/anak-dan-remaja-rentan-kekerasan-verbal-di-masa-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke