Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Covid-19 Membuat Rambut Rontok

KOMPAS.com - Rambut rontok adalah momok bagi kaum hawa. Penyebab kerontokan rambut sendiri bermacam-macam, namun ternyata infeksi Covid-19 juga bisa jadi pemicunya.

Aktris asal Amerika Serikat, Alyssa Milano baru-baru ini mengunggah rambut rontoknya terkait Covid-19 di akun media sosialnya.

Survei yang dilakukan Natalie Lambert, PhD. dari Indiana University School of Medicine and Survivor Corps, kelompok pendidikan akar rumput untuk penyintas Covid-19, juga menemukan seperempat orang dengan gejala virus tersebut mengalami kerontokan rambut.

Mereka kemungkinan besar mengalami kondisi rambut rontok yang disebut telogen effluvium, dan siapa pun bisa mengalami kerontokan serupa meskipun tidak menderita Covid-19.

Telogen effluvium merupakan kondisi saat rambut berhenti tumbuh dan akhirnya rontok setelah stres parah atau peristiwa traumatis.

Dokter dermatologi Christine Shaver, M.D., dari Bernstein Medical Center For Hair Restoration telah melihat jenis kerontokan rambut ini pada orang yang menderita infeksi Covid-19. Namun, ternyata banyak juga pasien yang sebenarnya tidak terinfeksi tetapi stres akibat pandemi.

"Meskipun infeksi virus corona adalah penyebab umum telogen effluvium, rambut rontok yang semakin banyak dapat terjadi akibat stres berat seperti kehilangan pekerjaan, kematian orang yang dicintai, atau perubahan besar dalam gaya hidup, seperti diet ketat atau olahraga ekstrem," kata Shaver.

Walau begitu, semua sumber stres itu terkait dengan pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum bisa ditangani.

Mengapa stres atau penyakit membuat rambut rontok

Ketika tubuh mengalami hal-hal lain untuk difokuskan, seperti mengatasi stres ekstrem atau melawan penyakit, sebagian rambut kita memasuki fase istirahat agar tubuh dapat fokus pada tugas yang lebih penting.

Kemudian, di saat tubuh kita siap memulai kembali pertumbuhan rambut, pertumbuhan rambut baru tersebut dapat mendorong rambut lama.

Seringkali, rambut akan rontok tiga hingga enam bulan setelah memasuki fase istirahat. Jadi, jika kita mengalami kejadian besar pada hidup kita di bulan Maret, bisa jadi kita baru melihat efeknya di bulan Agustus.

Banyaknya jumlah helai rambut yang rontok

Kondisi telogen effluvium bukan hanya mengakibatkan belasan rambut jatuh. Jumlah rambut yang rontok jauh lebih banyak, dan bisa terlihat di kamar mandi, sisir, atau bahkan di seluruh tempat di mana kita duduk.

"Biasanya, sekitar 15 persen rambut kita berada dalam fase istirahat. Selama telogen effluvium, ada proporsi rambut lebih tinggi yang dapat memasuki telogen sebelum waktunya dan bisa sampai 50 persen," kata Shaver.

Jumlah rambut yang rontok berbeda untuk setiap orang, namun ia mengatakan hal itu tergantung dari tingkat keparahan akibat stres.

Apakah rambut bisa tumbuh kembali?

Bagi kebanyakan orang yang mengalami kerontokan rambut sebagai respon terhadap stres, rambut akan kembali tumbuh.

"Setelah penyebab stres teratasi, maka rambut secara perlahan akan kembali ke siklus normalnya, dan pada akhirnya tumbuh dengan sempurna," ucap Shaver.

Perlu waktu satu hingga tiga bulan agar kerontokan rambut melambat atau berhenti, dan hingga dua tahun sampai rambut benar-benar kembali seperti semula.

"Sangat penting untuk bersabar karena telogen effluvium akan sembuh sendiri. Tapi penyebab stres lebih lanjut harus coba dikelola," katanya.

Meskipun tidak ada obat atau perawatan untuk telogen effluvium, ada baiknya menemui dokter kulit jika tiba-tiba kita mengalami peningkatan kerontokan rambut.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/08/12/143454120/mengapa-covid-19-membuat-rambut-rontok

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke