Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Beda Menyogok dan Memberi Hadiah ke Anak

KOMPAS.com – Sudah jadi hal yang lumrah jika orangtua menjanjikan “hadiah” sebagai imbalan ketika anak-anaknya berlaku sesuai keinginan alias menurut.

Namun, jangan keliru membedakan antara menyogok anak dengan memberi hadiah untuk perilaku positif anak.

Menurut pakar pengasuhan Erin Schlicher, harus dipahami bahwa menyogok bisa menjadi pola yang mengajar anak untuk berperilaku di luar kehendaknya.

“Membatasi tindakan ‘nakal’ anak dengan menawarkan hadiah tampak berhasil, tapi hanya pada saat itu, dan berdampak buruk dalam jangka panjang,” katanya seperti dikutip dari Empowering Parents.

Sebagai contoh, ketika anak tidak bisa tenang dan berlarian di lorong saat diajak belanja bulanan, Anda mungkin merasa frustasi dan malu. Lalu mengajukan tawaran: “Kalau kamu bisa diam sampai mama selesai belanja, mama akan membelikan es krim”.

Anak mungkin akan berperilaku manis karena sudah dijanjikan es krim, tetapi sering kali hal itu adalah taktik anak. Ia sudah belajar sebelumnya bahwa ayah atau ibunya akan memberinya hadiah jika ia bersikap seenaknya.

Tawaran “hadiah” di tengah kelakuan buruk anak akan mengajarkannya bahwa orangtuanya akan memberinya sesuatu yang menyenangkan saat ia sulit diatur. Dan ia akan mengulanginya terus.

Kenali bedanya

Schlicher menjelaskan, menyogok dan memberi “reward” adalah dua hal yang berbeda.

“Secara umum, menyuap terjadi di bawah paksaan, ketika orangtua merasa kepepet menghadapi tingkah laku anak. Itu terjadi dengan cepat, saat Anda ingin segera mengubah perilaku anak saat itu juga dengan menawarkannya sesuatu yang tidak Anda rencanakan sebelumnya,” paparnya.

Apa yang orangtua lakukan itu merupakan bentuk negosiasi. Tapi, negosiasi yang berlebihan akan menempatkan anak memegang kendali.

Di lain pihak, pemberian hadiah atau reward sangat berbeda karena Anda memberikan kompensasi untuk anak atas perilakunya yang baik, bukan karena terpaksa.

Anak memang termotivasi untuk menyenangkan orangtua dan guru, tetapi sebagian besar anak-anak cenderung dimotivasi secara eksternal oleh hal-hal yang mereka inginkan atau nikmati.

“Jangan salah paham, sebagian besar anak ingin tetap menyenangkan orangtua mereka, tetapi jika mereka diberi penghargaan, terlepas dari bagaimana mereka berperilaku, keinginan untuk berkembang lewat keterampilan baru akan hilang,” katanya.

Perjanjian di awal

Ia merekomendasikan agar orangtua membuat daftar “hadiah” dengan anak mereka sebelumnya. Dengan begitu, ketika anak berperilaku manis di toko bahan makanan, dia tahu apa ganjarannya, demikian juga Anda.

Selalu puji usaha anak jika mereka melakukan hal-hal yang positif dan mengapa hal itu membuat Anda senang.

Bersama anak, orangtua juga bisa membuat daftar hadiah jika mereka mencapai target tertentu, misalnya di akhir semester mendapat nilai A untuk mata pelajaran tertentu. Orangtua bisa membantu anak untuk mencapainya.

“Jika memungkinkan, tentukan di awal sebagian besar reward, jelaskan ekspektasi perilaku dan jangan lupakan komponen pengajaran yang penting,” sarannya.

Menurut dokter anak Kevin Nelson, tujuan dari pemberian hadiah adalah membantu anak terus berkembang sehingga ia akan melakukan perilaku itu atas keinginannya sendiri, bukan iming-iming hadiah lagi.

Hal tersebut bisa dicapai jika orangtua membantu anak mengenali manfaat yang dirasakannya ketika melakukan suatu perilaku. Misalnya, beritahu anak karena rajin makan sayur dan buah ia menjadi jarang sakit.

Penting untuk diingat bahwa anak-anak harus mendapat cinta dan perhatian apa pun perilaku mereka.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/08/19/163300120/beda-menyogok-dan-memberi-hadiah-ke-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke