Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Merasa Lelah Fisik dan Emosional? Waspadai Krisis Kelelahan

KOMPAS.com— Pandemi covid-19 yang berlarut-larut, ketidakpastian ekonomi, dan kecemasan akan tertular penyakit, telah membuat kita merasakan banyak emosi yang intens, seperti ketakutan, cemas, dan kemarahan.

Seiring waktu, stres yang tak kunjung reda, bahkan sampai hitungan bulan dan tahun, dapat membuat orang merasa mati rasa atau lelah secara emosional. Perasaan ini dijuluki "kelelahan krisis”.

Menurut Dr. Petros Levounis, profesor dan ketua departemen psikiatri, Sekolah Kedokteran Rutgers New Jersey, manusia akan melalui empat tahap dalam menanggapi suatu krisis.

"Pertama, fase heroik. Di sini, semua orang berkumpul dan banyak tindakan yang mencoba merespons dengan melakukan apa yang perlu dilakukan selama krisis,” kata Levounis.

Berikutnya, fase bulan madu, di mana orang-orang merasa nyaman menjadi bagian dari komunitas.

"Setelah itu adalah fase kekecewaan, seperti yang kita rasakan sekarang dan saat itulah kita menghadapi kelelahan krisis,” ujar Levounis.

Fase ini bisa berlangsung beberapa bulan, dengan orang-orang merasa dalam keadaan yang buruk, sampai mereka mulai berupaya mencari cara untuk pemulihan dan pembangunan kembali setelah krisis berlalu.

Mengapa kelelahan krisis terjadi

Mengenai mengapa kelelahan krisis terjadi, Firdaus S. Dhabhar, PhD, profesor di departemen psikiatri dan ilmu perilaku menjelaskan, respon stres alami manusia, yaitu lawan atau tinggalkan, yang berlangsung lama bisa berbahaya.

“Respon alami terhadap stres dalam jangka pendek adalah teman kita. Respons stres biologis dapat melindungi kita selama situasi atau krisis yang menantang,” katanya.

Namun, ketika stres menjadi kronis dan berlangsung selama berminggu-minggu, efeknya berbahaya dan dalam kondisi yang sangat berulang atau parah, dapat menyebabkan kelelahan krisis.

Levounis menjelaskan bahwa orang menginvestasikan banyak energi pada fase awal, tetapi tubuh manusia tidak dapat mempertahankan keadaan adrenalin tinggi untuk waktu yang lama, sehingga keadaan ini menjadi tak bisa dihindari.

Apa saja gejala kelelahan krisis?

Levounis mengatakan bahwa gejalanya bisa ke salah satu dari dua arah.

"Salah satunya adalah hiperarousal, atau kecemasan tinggi, keadaan di mana orang mudah tersinggung dan hal kecil apa pun dapat memicu mereka," katanya.

Di sisi lain, yang lebih parah dan juga kurang mudah didiagnosis adalah ketika seseorang mulai menarik diri.

Alih-alih merasakan kecemasan yang tinggi, mereka justru tidak menunjukkan kecemasan atau pasrah terhadap krisis dan tidak tampak khawatir tentang krisis atau situasi tersebut.

"Mereka tidak menunjukkan kepedulian tentang hal-hal yang perlu dilakukan atau konsekuensi dari krisis,” kata Levounis.

Gejala lain antara lain perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan, dan gangguan pada rutinitas normal seseorang.

Apa yang dapat kita lakukan?

Levounis mengatakan bahwa meskipun kita tidak selalu dapat menghindari kelelahan akibat krisis, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk membuatnya lebih baik.

Beberapa hal yang disarankan antara lain:

1. Jaga empat pilar kesehatan fisik. Ini adalah nutrisi, tidur, seks, dan olahraga.

2. Tetap terhubung dengan teman, keluarga, dan masyarakat luas. Dia menyarankan menggunakan internet untuk tetap berhubungan degan tetap menerapkan jaga jarak sosial atau fisik yang berlaku.

3. Cobalah untuk mempertahankan rutinitas, ini akan membantu mempertahankan perasaan normal dalam hidupmu.

Selain saran tersebut, Dhabhar menambahkan:

1. Batasi ekspos berita
Mengetahui perkembangan memang baik, namun jangan biarkan diri kita terbawa oleh berita-berita tersebut.

2. Berusaha keras untuk mengganti emosi kemarahan dan kebencian dengan perasaan penghargaan dan cinta yang tulus.

"Meski sulit, hal ini kemungkinan besar akan mengurangi segala jenis ketakutan, kecemasan, stres, dan kelelahan, termasuk kelelahan krisis,” kata Dhabhar.

4. Terlibat dalam aktivitas yang kamu sukai yang dapat dilakukan dengan aman. Misalnya melukis atau menggambar, memancing, atau bahkan kegiatan spiritual. “Intinya adalah terlibat dalam sesuatu yang dapat membawamu ke tempat yang 'baik' dan jauh dari teror terus-menerus berita buruk,” kata Dhabhar.

5. Cobalah yoga atau meditasi
Praktik-praktik ini telah dikaitkan dengan pengurangan stres dan peningkatan kesejahteraan.

Penting untuk mencari bantuan dari seorang profesional kesehatan mental jika langkah-langkah untuk membantu diri sendiri ini dirasa tidak cukup.

"Segera cari bantuan jika kamu mengalami gejala seperti kehilangan atau kenaikan berat badan, tidak tidur nyenyak, atau tidak berfungsi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari," kata Levounis.


https://lifestyle.kompas.com/read/2020/09/12/200000820/merasa-lelah-fisik-dan-emosional-waspadai-krisis-kelelahan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke