Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Batik, Wastra Indonesia yang Diakui Dunia

Penetapan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional sudah diberlakukan sejak 11 tahun yang lalu.

Batik pun masuk ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) Unesco, atau Warisan Budaya Tak Benda dalam sidang Unesco di Abu Dhabi, 2 Oktober 2009.

Sebelumnya, keris dan wayang sudah lebih dulu masuk ke dalam daftar yang sama.

Proses penetapan batik tersebut pun terbilang cepat, karena Indonesia mendaftarkan ke Unesco baru pada September 2008.

Empat bulan kemudian, tepatnya di bulan Januari 2009, Unesco resmi menerima pendaftaran tersebut.

Mereka lalu menguji batik dalam sidang  tertutup di Paris, Perancis, pada bulan Mei 2009.

Dari hasil pengujian itu, didapati batik memenuhi tiga domain penilaian. Tradisi dan ekspresi lisan, kebiasaan sosial dan adat istiadat masyarakat ritus, serta kemahiran kerajinan tradisonal.

Eksistensi batik di Indonesia

Bagi orang Jawa, batik terdiri dari dua kata, yaitu amba dan tik. Amba berarti menggambar atau menulis, dan tik dari kata titik.

Jika digabung, hambatik atau ambatik diartikan secara harfiah sebagai menggambar titik-titik.

Konvensi Batik Internasional yang diadakan di Yogyakarta pada tahun 1997 mendefinisikan batik sebagai proses penulisan gambar atau ragam hias dengan penggunaan lilin batik sebagai alat perintang warna di berbagai media.

Seni pewarnaan dengan teknik perintang dikenal sejak abad IV, saat ditemukan kain pembungkus mumi yang dilapisi malam untuk membentuk pola.

Teknik serupa diterapkan di China pada zaman Dinasti Tang (618-907), serta India dan Jepang selama Periode Nara (645-794).

Namun, teknik perintang atau menghalangi warna untuk menghasilkan pola berkembang lebih pesat di Tanah Air.

Batik Nusantara dipercaya sudah eksis sejak zaman Majapahit, kemudian berkembang dalam pola beragam di daerah-daerah lain di Indonesia.

Kain simbut dari daerah Banten adalah salah satu contoh awal batik yang pernah ada di Indonesia.

Kain itu dibuat dengan menggunakan bubur nasi sebagai perintang warna. Teknik serupa juga dipakai dalam pembuatan kain ma'a di Toraja.

Sementara itu, pola batik seperti pada arca Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan dari abad XII yang ditemukan di Provinsi Jawa Timur, memperlihatkan detail berpola sulur tumbuhan dan kembang-kembang.

Detail tersebut mirip dengan pola batik tradisional Jawa. Para peneliti menduga, pola yang rumit seperti itu dihasilkan dengan alat pembatik bernama canting.

Sehingga bisa disimpulkan, canting sudah dikenal di pulau Jawa sejak abad XIII pula, bahkan ada kemungkinan alat tersebut muncul di Jawa.

Akan tetapi, catatan mengenai kemunculan batik di Pulau Jawa tidaklah banyak.

Perkembangan batik

Batik pesisir seperti Cirebon dan Pekalongan --misalnya, menyerap pengaruh luar dari pedagang asing dan pihak luar yang berkaitan dengan masyarakat pesisir.

Warna bernuansa cerah dan pola seperti burung phoenix yang berasal dari budaya China, atau bunga serta kereta yang berasal dari Eropa, biasa ditemukan pada batik Cirebon dan Pekalongan.

Lain halnya dengan motif batik Yogyakarta atau Solo. Sebagian besar motif batik Yogyakarta dan Solo tidak menggambarkan benda, hewan atau tumbuhan secara langsung, melainkan menjadikannya sebuah simbol.

Warna batik dari dua daerah tersebut juga cenderung lebih "kalem" jika dibandingkan batik pesisir yang terkesan meriah atau ramai.

Motif batik

Hanya saja, masyarakat lebih mengenal batik sebagai kain yang memiliki corak dan motif khas.

Padahal, banyak kain bermotif batik yang proses pembuatannya jauh dari teknik atau cara membatik tradisional.

Nah, kain bermotif batik yang demikian tidak digambar atau diberi warna dengan menutupi bagian tertentu, melainkan dicetak menggunakan mesin.

Pada dasarnya, pengerjaan batik dibedakan menjadi empat, yaitu:

1. Batik tulis

Ini merupakan kain yang dihias dengan pola dan corak batik menggunakan tangan.

Batik tulis biasa dibuat dengan canting, dan prosesnya memakan waktu lama.

Teknik batik tulis memerlukan ketekunan, sehingga jangan heran kalau harga kainnya terbilang mahal di pasaran.

2. Batik cap

Batik cap adalah teknik yang muncul usai Perang Dunia II. Kala itu, proses pengerjaan batik tidak hanya dilakukan oleh wanita, melainkan juga kaum pria.

Untuk teknik ini, kain-kain dihiasi corak batik yang dibentuk dengan cap. Proses membuat batik cap, relatif lebih cepat dibandingkan batik tulis.

3. Batik kombinasi

Ini merupakan gabungan antara dua teknik, yaitu batik tulis dan batik cap.

Biasanya, pola utama dihasilkan dari teknik batik cap, sementara detail dan isi dibuat dengan teknik batik tulis.

4. Batik lukis

Dari ketiga teknik membatik di atas, teknik batik lukis relatif baru.

Teknik batik lukis memadukan teknik batik tulis atau cap dengan pewarnaan langsung di bagian tertentu.

Jika kita melihat sebuah kain batik memiliki warna beragam di bagian tertentu --contohnya motif bunga, ada kemungkinan kain tersebut dibuat dengan teknik batik lukis.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/02/170051820/mengenal-batik-wastra-indonesia-yang-diakui-dunia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke