Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Face Shield Louis Vuitton, Simbol Status atau Kebutuhan Esensial?

KOMPAS.com - Ketika pandemi dimulai di awal tahun ini, berbagai rumah mode mewah dunia terdorong untukmemproduksi perlengkapan pelindung seperti masker wajah dan pakaian medis.

LVMH, perusahaan multinasional yang menaungi label semacam Louis Vuitton, Dior, dan Hermes, ikut menciptakan pakaian medis dan memasok masker wajah ke rumah sakit di seluruh dunia.

Di samping itu, LVMH juga mengalihkan produksi pabrik kosmetik mereka untuk memproduksi hand sanitizer, melibatkan jaringan global mereka dan sejumlah rumah mode mewah untuk memerangi virus corona.

Rumah mode lain tidak ingin tertinggal dalam menawarkan masker wajah kepada konsumen. Sebut saja Burberry, Helmut Lang, Missoni, Rag and Bone, serta banyak lagi.

Sebagian dari rumah mode tersebut juga menyumbangkan hasil dari penjualan masker.

Sisi positifnya, akibat pandemi, rumah-rumah mode itu menemukan cara lebih mudah agar logo label mereka "terpampang" di mana-mana.

Namun cara itu tidak dilakukan oleh Louis Vuitton, salah satu rumah mode di bawah naungan LVMH, meski mereka juga memproduksi masker wajah untuk dijual kepada konsumen.

Alh-alih memproduksi banyak masker, rencananya mereka akan mengenalkan face shield atau pelindung wajah sebagai bagian dari Cruise Collection 2021 mereka pada 30 Oktober yang bertepatan dengan hari perayaan Halloween.

Pelindung wajah itu memiliki logo LV yang menonjol, dengan material kain berlapis kanvas yang dipakai di salah satu produk mereka, yaitu tote bag Neverfull berwarna cokelat.

Kancing emas berlogo LV pada pelindung wajah tersebut berfungsi sebagai engsel untuk mengatur shield, dan otomatis menyesuaikan perubahan level cahaya.

Banderol harga pelindung wajah ini dilaporkan hampir mencapai 1.000 dollar AS atau setara Rp 14,8 juta, nominal yang mungkin terlampau tinggi untuk sebuah pelindung wajah.

Padahal, di lain pihak, para ahli masih belum yakin seberapa efektif pelindung wajah dapat mencegah penularan Covid-19.

"Belum diketahui bagaimana perlindungan dari orang yang memakai pelindung wajah kepada orang-orang di sekitarnya."

Demikian pernyataan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Kepada ABC News, pakar penyakit menular Dr. Anthony Fauci memang menganjurkan orang untuk melindungi bagian mata.

"Jika Anda memiliki kacamata atau pelindung mata, Anda harus memakainya, untuk melindungi selaput lendir di mata."

Tetapi pelindung mata saja tidak cukup, ia menyarankan orang menggunakan masker bersama pelindung wajah.

Masalahnya, dengan masker yang menutupi area hidung, mulut, dan dagu, face shield tidak lagi dapat memperlihatkan seluruh bagian wajah pengguna.

Singkatnya, face shield atau pelindung wajah bisa kehilangan daya tariknya sebagai item fesyen jika dipakai bersama masker.

Merilis pelindung wajah mewah dengan harga tinggi saat pandemi juga menimbulkan pertanyaan, mengingat saat ini masyarakat sedang membatasi pengeluaran mereka.

Namun, itulah yang coba diupayakan Louis Vuitton, membuat setiap orang memakai pelindung wajah dengan logo LV di kepala mereka, terlepas dari apakah cara itu berfungsi mencegah penularan atau tidak.

"Ini adalah hal logis bagi label yang mencolok," kata Benedict Auld, CEO dan pendiri Lapidarius, konsultan strategi merek yang berbasis di New York.

"Ini sepenuhnya konsisten dengan strategi Louis Vuitton secara keseluruhan, yaitu membuat produk mereka menarik perhatian."

Dan kemungkinan besar, nantinya merek atau label lain akan mengikuti langkah yang dilakukan Louis Vuitton --merilis pelindung wajah mewah dengan harga tinggi.

Apakah akan ada orang yang membelinya atau tidak, Auld melihat adanya peran masyarakat dalam konsumsi barang mewah.

Ia menilai, strategi label mewah --seperti Louis Vuitton, tercermin dalam novel distopia karangan Aldous Huxley, Brave New World.

Buku yang ditulis pada tahun 1931 dan diterbitkan setahun kemudian itu menggambarkan bagaimana masyarakat direkayasa ke dalam hierarki sosial atau kasta. Kasta Alfa berada di puncak hierarki, dan Epsilon di tempat terbawah.

"Merek-merek mewah mencapai Faustian bargain, seperti Louis Vuitton dan label pakaian lainnya, yang mencegah sebagian besar orang merasakan pengalaman menggunakan barang-barang buatan mereka," ujar Auld.

Faustian bargain, atau kesepakatan Faustian, merupakan kondisi di mana seseorang meninggalkan nilai-nilai spiritual atau prinsip moral untuk memperoleh kekayaan atau keuntungan lainnya.

"LVMH tidak memberi dampak sosial, kecuali bagi 1 persen masyarakat di kasta teratas yang mempunyai sekitar 80 persen kekayaan di dunia dan yang memiliki kepentingan," kata Auld.

"Membuat barang-barang menonjol adalah keuntungan bagi orang yang sangat kaya atau mereka yang ingin terlihat kaya. Itulah yang dilakukan label mewah."

Dr. Martina Olbertova, CEO dan pendiri Meaning.Global, mengakui jika pelindung wajah Louis Vuitton memang lebih berfungsi sebagai simbol status di wajah seseorang ketimbang perlindungan terhadap virus.

Namun, ia melihat arti yang lebih dalam dari apa yang dilakukan Louis Vuitton.

"Secara sekilas, apa yang dilakukan Louis Vuitton mungkin terlihat norak, atau Louis Vuitton mencoba memanfaatkan krisis masyarakat," ucap dia.

"Tetapi itu disebabkan oleh naratif yang tidak koheren. Itu tidak logis bagi kita dalam narasi seputar kemewahan yang kita ketahui."

"Pandemi ini menuntun kita untuk melihat berbagai hal dengan cara baru. Narasi lama luntur, dan kita harus memperluas pandangan kita tentang apa arti kemewahan, apa yang esensial dan perlu," tutur Dr. Olbertova.

Bahkan, ia berpendapat, label mewah yang mempunyai ide untuk menciptakan alat perlindungan pribadi adalah langkah yang masuk akal. "Karena ini adalah cara masyarakat kita berkembang."

Dr. Olbertova mengatakan, pelindung wajah Louis Vuitton merupakan barang yang dapat membuat kita melihat kembali akar dari label mewah.

"Jika kita melihat ke belakang, barang mewah selalu berevolusi atau berkembang dalam hal fungsionalitas dan kebutuhan penting."

Ia merujuk pada Hermes yang merupakan pembuat jok atau sadel dan tali kekang untuk berkuda, atau Louis Vuitton yang menciptakan koper, dan Gucci memproduksi barang-barang berbahan kulit.

"Seratus lima puluh tahun lalu, wanita tidak membutuhkan handbag. Handbag tidak memiliki arti," katanya.

"Wanita menghabiskan hidup mereka di rumah, dan jika mereka pergi, mereka hanya membawa tas kecil. Wanita dari pertengahan abad ke-19 akan menganggap kita gila dengan menenteng tas jinjing besar berisi banyak barang."

"Nah, pada tahun 2050 alat perlindungan pribadi mungkin akan menjadi hal yang wajar. Membawa masker adalah kebutuhan seperti membawa tisu atau dompet. Ini adalah arah yang kita tuju," tutur Olbertova.

Dia mengapresiasi langkah yang dilakukan Louis Vuitton. Namun, ia juga menilai label mewah akan kesulitan untuk berinovasi, dan tidak peka dengan pandemi saat ini.

"Kesehatan seharusnya tidak menjadi sebuah kemewahan, atau seseorang yang menggunakan status kekayaan mereka untuk melindungi diri karena mereka lebih baik dan lebih pantas sehat," katanya.

"Orang yang sungguh-sungguh kaya kemungkinan tidak membeli pelindung wajah yang terlalu mahal."

"Produk seperti ini ditujukan bagi mereka yang menjadikan barang mewah sebagai kendaraan sosial, di mana hal itu tidak dilakukan oleh orang yang benar-benar kaya karena mereka tidak butuh apa pun untuk dibuktikan," sambung Olbertova.

Kendati kehadiran pelindung wajah Louis Vuitton di tengah pandemi dipertanyakan banyak orang, ini merupakan langkah inovasi yang tepat dari label tersebut.

"Pandemi hanya bertindak sebagai sarana untuk mempercepat transisi sektor barang mewah," ujar Olbertova menyimpulkan.

"Label mewah mungkin perlu mencari cara untuk melakukannya dengan lebih hati-hati. Tapi ini merupakan dinamika menarik yang perlu digali di masa depan."

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/06/080706420/face-shield-louis-vuitton-simbol-status-atau-kebutuhan-esensial

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke